Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyoroti tentang tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tertinggal cukup jauh dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan masyarakat. Data terbaru yang diungkap LPS, indeks literasi keuangan nasional pada tahun 2023 tercatat hanya 48 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan berada jauh di level 85 persen.
Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto mengatakan terdapat gap yang cukup besar yaitu 37 persen, yang berarti bahwa 37 persen dari masyarakat yang menggunakan produk keuangan dan investasi tidak memahami tentang produk yang mereka pilih apalagi dengan potensi risiko yang ditimbulkan.
Rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab utama banyaknya orang yang terlibat investasi bodong maupun korban penipuan di sektor keuangan dan investasi. Di satu sisi LPS mengapresiasi banyaknya masyarakat yang sudah mulai melek dengan produk keuangan. Namun di sisi lain literasi masyarakat tentang keuangan masih menjadi tantangan tersendiri yang harus segera dibenahi untuk menciptakan iklim sektor keuangan yang sehat.
“37 persen orang gunakan uang untuk investasi tapi ga ngerti makanya banyak investasi bodong. Hal-hal ini yang kita sampaikan literasi keuangan sangat penting. Tentunya belajar mengenai investasi keuangan yang baik, produk dan risikonya, deposito yang dikeluarkan bank oke, banknya benar nggak, ada nggak?” jelasnya.
Di sektor keuangan perbankan, Dimas menyatakan bahwa deposito perbankan juga memiliki risiko apabila suku bunga yang diberikan melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Dalam situasi bank mengalami kebangkrutan, maka dana deposito nasabah tidak akan diganti oleh LPS melalui skema pembayaran klaim penjaminan simpanan.
LPS mengimbau masyarakat yang ingin membuka rekening tabungan maupun deposito untuk bijak dalam menerima tawaran bunga tinggi dari bank yang berupaya memberikan imbal hasil yang tinggi di tengah persaingan di industri perbankan.
“Bank umum misalnya bunganya berapa? Kalau di atas lima persen setahun jangan karena enggak dijamin LPS,” tegas dia.
Dimas menambahkan nasabah juga kerap terjebak dengan pemberian cashback yang diberikan bank. Padahal setelah ditelusuri cashback yang diterima nasabah dimasukkan dalam komponen bunga simpanan, sehingga saat diakumulasikan jumlah suku bunga yang diterima nasabah per tahunnya melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Dalam kasus ini LPS tidak dapat mencairkan klaim penjaminan simpanan nasabah jika bank tersebut dicabut izin usahanya oleh OJK.
Perlu diketahui bahwa syarat simpanan dijamin LPS yaitu simpanan tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan di atas tingkat bunga penjaminan dan tidak terlibat kredit macet maupun penipuan yang merugikan bank.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya literasi keuangan, LPS kembali menggelar Festival CreAtive LPS 20. Festival ini merupakan kompetisi video singkat dan poster iklan layanan masyarakat yang bertujuan untuk mendorong kreativitas positif dalam menyampaikan pesan edukatif tentang keuangan kepada masyarakat Indonesia.
“Kita ingin mengajak generasi muda dalam mengekspresikan ide-ide kreatif tentang isu-isu keuangan. Dan melalui festival ini, LPS ingin mengajak masyarakat untuk lebih cermat dalam menyaring informasi keuangan, dan yang paling penting, menunjukkan kepada masyarakat bahwa LPS ada di tengah masyarakat dan selalu siap menjamin simpanan mereka,” ujar Dimas.
Tentang inklusi dan literasi keuangan, salah satu hal yang berkontribusi terhadap rendahnya literasi keuangan adalah diinformasikan atau informasi tidak jelas yang akhirnya membuat masyarakat bingung dan tidak mampu mendeteksi adanya risiko-risiko yang ditimbulkan.
“Oleh karena itu, LPS berkomitmen untuk terus mendukung berbagai upaya yang bertujuan meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat, antara lain dengan menggelar Festival CreAtive 2023,” jelasnya.
Sineas terkenal Fajar Nugros, yang menjadi salah satu juri dalam kompetisi ini, mengungkapkan bahwa kreativitas bisa digunakan untuk mengubah cara pesan-pesan tentang keuangan disampaikan. Melalui kompetisi kreatif ini, generasi muda diajak untuk membuat video pendek atau poster iklan layanan masyarakat. Mereka bisa membuat berbagai jenis karya, seperti himbauan, ajakan, testimoni, atau tutorial seputar keuangan.