BeritaPerbankan – Industri asuransi umum mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% berpotensi menimbulkan dampak domino terhadap perusahaan asuransi.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menjelaskan bahwa kenaikan ini akan secara signifikan meningkatkan beban pajak pada neraca keuangan perusahaan, yang pada akhirnya akan menekan profitabilitas industri. “Kebijakan ini akan mengurangi pendapatan kami. Banyak perusahaan asuransi umum yang terkena dampaknya, dan jelas ini akan berdampak negatif,” ujar Budi dalam konferensi pers AAUI di Jakarta pada Selasa, 3 Desember 2024.
Budi juga mengkhawatirkan bahwa industri akan menghadapi tantangan besar dalam pertumbuhan di tahun 2025 jika kebijakan ini tidak ditunda. “Tanpa adanya perpanjangan waktu atau relaksasi, saya yakin industri asuransi akan kesulitan untuk tumbuh di tahun 2025,” tambahnya.
Wakil Ketua AAUI Bidang Statistik dan Riset, Trinita Situmeang, menambahkan bahwa kenaikan PPN ini juga dapat memengaruhi keputusan masyarakat untuk membeli asuransi. Hal ini diperparah oleh beberapa faktor lain yang menjadi hambatan bagi industri. “Kami berharap semua pihak dapat memahami bahwa dengan situasi seperti ini, target pencapaian akan sulit direalisasikan, apalagi jika ada tambahan kebijakan yang memperlambat pertumbuhan,” jelas Trinita.
Berdasarkan laporan AAUI, pada kuartal III tahun 2024, industri asuransi umum mencatatkan pertumbuhan premi sebesar 14,5% year-on-year (yoy), dengan total premi mencapai Rp79,6 triliun. Namun, terdapat lima lini bisnis yang mengalami penurunan premi, yaitu asuransi rekayasa, asuransi liability, asuransi kecelakaan diri, suretyship, dan energy offshore.
Di sisi lain, sepuluh lini bisnis lainnya menunjukkan pertumbuhan positif. Beberapa sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah asuransi kesehatan (32%), aviasi (29,5%), dan marine hull (26,7%).