BeritaPerbankan – Evergrande Group atau Evergrande Real Estate Group adalah sebuah perusahaan pengembang properti terbesar kedua di Tiongkok dalam hal penjualan, menjadikannya perusahaan terbesar ke-122 di dunia dalam hal pendapatan, menurut 2021 Fortune Global 500 List.
Namun di akhir September ini, Evergrande tengah menghadapi badai dahsyat karena diduga tidak akan sanggup membayar utang dengan jumlah fantastis yaitu Rp. 4.250 triliun, yang merupakan jumlah utang terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia.
Sosok di balik berdirinya perusahaan real estate terbesar di Tiongkok yakni Xu Jiayin atau lebih dikenal dengan Hui Ka Yan menjadi perbincangan publik.
Seperti apa sepak terjang Hui Ka Yan dalam bisnis properti yang membawanya menjadi salah satu orang terkaya di dunia versi Forbes. Simak ulasannya berikut ini.
Profil Xu Jiayin/Hui Ka Yan
Pebisnis yang lahir di Taikang County, Zhoukou, Tiongkok pada 9 Oktober 1958 itu mendirikan Grup Real Estate Evergrande pada tahun 1996, setelah lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Wuhan, dan bekerja di pabrik besi dan baja selama beberapa tahun.
Hui Ka Yan dikenal pandai berinvestasi pada bidang properti sehingga perusahaannya mendapatkan dana sebesar US$722 juta saat Evergrande menawarkan saham pertamanya pada tahun 2009.
Pada tahun 2018, Evergrande dinobatkan sebagai perusahaan real estate terbesar di dunia versi Brand Finance. Xu Jiayin memiliki saham mayoritas sebanyak 70%. Kekayaan Jiayin menembus US$11 miliar, menurut rilis majalah Forbes pada tahun 2021.
Jiayin masuk dalam daftar orang terkaya nomor 53 di dunia dan urutan ke 10 di China. Evergrande sempat menjadi perbincangan publik ketika membeli klub sepak bola di Guangzhou seharga US$15 juta. Namun pada tahun 2014, saham klub sepak bola tersebut dijual kepada Alibaba seharga US$192 juta.
Sebelum menjadi orang terkaya di China, Jiayin pernah menjadi pekerja kasar yang melatih dirinya untuk bekerja keras dan pantang menyerah. Terbukti, Jiayin kini menjelma menjadi miliarder dunia dengan kekayaan 11 miliar dolar AS.
Banyak kalangan menilai kesuksesan bisnis seorang Jiayin karena kedekatan dirinya dengan para pejabat dan partai komunis. Bahkan Jiayin menyebut kesuksesan dirinya berkat pendidikan komunis yang diperolehnya.
Pada tahun 2012, Jiayin tampil dalam pertemuan dengan Partai Komunis. Publik China dibuat heboh karena Jiayin saat itu memakai ikat pinggang termahal merek Hermes.
Namun pada minggu ke empat bulan September 2021, dunia dikejutkan dengan kabar kegagalan Evergrande membayar utang senilai Rp. 4.275 tirliun, yang merupakan utang perusahaan terbesar di dunia. Tingginya utang dan kesulitan likuiditas Evergrande membuat sahamnya anjlok lebih dari 80% sepanjang tahun ini.
Perusahaan yang memiliki 123,276 karyawan itu diketahui terlibat dalam 1.300 proyek di lebih dari 280 kota di seluruh Cina. Tidak heran respon publik dunia begitu terkejut seklaigus was-was setelah Evergrande mengumumkan sedang terlilit utang jumbo senilai lebih dari Rp 4.250 triliun.
Fakta-Fakta Menarik Hui Ka Yan dan Evergrande
Jalan terjal harus ditempuh Hui untuk menggapai mimpinya. Salah satu media China melaporkan bahwa dia pernah bekerja sebagai penggali pupuk sebelum bekerja di pabrik semen. Hui yang dikenal percaya pada peramal, pernah mendatangi peramal yang mengatakan bahwa dia akan memiliki “golden bowl in the future” atau kesuksesan di masa depan.
Rupanya ramalan itu terbukti, setelah mendirikan Evergrande pada tahun 1996, Hui meraih kesuksesannya sebagai pengusaha properti terkaya di China. Hui Ka Yan juga dinobatkan sebagai orang terkaya ke 56 di dunia dan peringkat 10 di China.
Kehidupan masa lalu Hui menarik perhatian banyak orang. Hui bukan berasal dari keluarga kaya. Ia diketahui dibesarkan di sebuah desa miskin di Provinsi Hunan. Ibu Hui meninggal dunia di usia muda, meninggalkan dirinya dan sang ayah.
Hui muda adalah sosok yang pekerja keras dan mau belajar. Pada tahun 1978 Hui mendapat kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi yang mengkhususkan diri mempersiapkan murid-muridnya untuk bekerja di pabrik besi.
Setelah lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Wuhan, Ia bekerja di pabrik besi dan baja kota Wugang di Provinsi Henan sebagai teknisi selama 10 tahun.
Pada tahun 1992 Hui hijrah ke Provinsi Guangdong mendirikan sebuah bsinis yang bergerak di bidang real estate. Bisnis inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Evergrande yang kini menguasai pasar properti di Tiongkok.
Real Estate Evergrande didirikan Hui pada tahun 1996 dengan 20 karyawan. Proyek pertama mereka adalah membangun apartemen kecil.
Evergrande terus berevolusi menjadi pengembang terbesar di Guangzhou dengan memiliki 20 proyek prestisius pada tahun 2004.
Prospek Evergrande semakin menjanjikan dengan menggaet investor asing pada tahun 2006 diantaranya Merrill Lynch, Temasek dari Singapura dan Deutsche Bank.
Evergrande untuk pertama kali go public di bursa saham Hongkong pada tahun 2009 dan berhasil mengumpulkan dana sebesar US$722 juta.
Pada tahun 2016 nama Evergrande Real Estate berubah menjadi China Evergrande Group. Menurut data tahun 2020 Evergrande memiliki 123,276 orang karyawan.
Tak puas hanya menjadi pebisnis, Hui terjun ke dunia politik sebagai anggota komite nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China. Hui memang dikenal dekat dengan pejabat Tiongkok dan Partai Komunis.
Pada 2018 Brand Finance menjadikan perusahaan real estate tersebut sebagai perusahaan yang paling berharga. Hui diketahui berinvestasi pda pembuatan mobil listrik dan membeli klub sepakbola Guangzhou, dan menjadikan klub ini sebagai klub sepak bola paling sukses. Meski kepemilikan saham sepakbola tersebut sudah dijual kepada Alibaba.
Kondisi keuangan Hui makin tercekik dan diambang kehancuran. Hui memiliki usaha di bidang produk konsumen, kendaraan listrik, layanan perawatan kesehatan, properti dan industri kreatif. Kehancuran Evergrande diprediksi sejumlah pengamat akan menimbulkan efek domino bagi lini bisnis Hui yang lain.
Efek lebih jauh, runtuhnya Evergrande berimbas pada stabilitas perekonomian Tiongkok dan bakal memporakporandakan pasar keuangan global.
Terlebih beredar kabar bahwa Lembaga pemeringkat kredit S&P Global memperkirakan bahwa pemerintahan Xi Jinping akan menolak menyelamatkan perusahaan properti terbesar kedua di China yang berada di ujung tanduk tersebut.