BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksikan sistem keuangan perbankan nasional semakin kuat di tahun 2022 dengan sejumlah indikator keberhasilan sepanjang tahun 2021 yang menjadi modal penting menyambut tahun baru 2022.
LPS mencatat kinerja perbankan 2021 berhasil meningkatkan profitabilitas sebesar 34,1% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 131,2 Triliun. Hal itu menjadi salah satu indikator sistem perbankan nasional mampu mengatasi tantangan di tengah kondisi pandemi yang sempat melonjak oleh kemunculan varian delta pada pertengahan tahun 2021 lalu.
Meminimalisasi efek buruk kenaikan kasus Covid-19 terhadap kinerja keuangan perbankan, LPS membuat berbagai kebijakan diantaranya menurunkan tingkat bunga penjaminan (TBP) baik untuk simpanan rupiah maupun valuta asing di bank umum dan BPR hingga ke level terendah sepanjang sejarah yaitu 3,5% untuk simpanan rupiah di bank umum, 0,25% simpanan valuta asing dan 6% untuk simpanan di BPR.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan kondisi keuangan perbankan yang relatif stabil di tengah pandemi turut didukung oleh rangkaian kebijakan dari seluruh lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga stabilitas keuangan dan Ekonomi dapat dikendalikan dari berbagai arah sesuai kewenangan masing-masing Otoritas lembaga keuangan.
Purbaya menambahkan prospek cerah perbankan nasional di tahun 2022 juga ditunjang oleh modal yang kuat dengan rasio 25,6% per November 2021.
Dengan modal yang cukup besar LPS optimis pertumbuhan kredit akan terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2022 pertumbuhan kredit mampu mencapai level 5,1% hingga 8,9% secara tahunan (yoy) diikuti oleh meningkatnya mobilitas masyarakat dan aktifitas ekonomi.
Dalam agenda pemulihan ekonomi pemerataan vaksinasi Covid-19 menjadi kunci utama agar mobilitas masyarakat meningkat, kepercayaan diri masyarakat semakin besar untuk meningkatkan konsumsi sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terealisasi.
LPS memperkirakan dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh di kisaran 8,5% hingga 9,4% yoy. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di level 4,6% hingga 5,2% yoy.
Tidak jauh berbeda dengan prediksi LPS, BI dan OJK. Sejumlah lembaga internasional seperti IMF, World Bank dan OECD meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 lebih baik dari tahun sebelumnya dengan pertumbuhan 4,6% yoy.
Meski sepanjang tahun 2021 pencapaian kinerja perbankan nasional terbilang sehat namun LPS tetap mengingatkan semua pihak untuk waspada dengan kemungkinan yang ada, salah satunya dengan masuknya varian baru Covid-19 Omicron yang tercatat sudah menular sejumlah orang hingga terjadi peningkatankan kasus seperti di Jakarta yang akhirnya harus naik level menjadi level 2.
Purbaya juga menyoroti faktor eksternal yang patut diwaspadai dan diperhitungkan dalam membuat kebijakan. Yang terdekat adalah proses tapering off Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang mulai bertindak lebih agresif dengan menambah pengurangan belanja surat berharga dan obligasi menjadi US$ 30 Miliar, sehingga QE yang awalnya selesai pada pertengahan tahun 2022 dipercepat menjadi Maret 2022.
Jerome Powell, pimpinan The Fed juga memberikan sinyal menaikkan suku bunga akan naik sebanyak 3 kali pada tahun ini. Meski dampaknya tidak akan terlalu besar bagi perekonomian Indonesia namun tetap harus dalam mode waspada.