Berita Perbankan – Permasalahan kredit macet di industri perbankan bukanlah hal baru. Debitur yang memiliki hutang kepada bank namun tidak sanggup membayar harus menghadapi berbagai risiko, salah satunya simpanan nasabah tidak akan mendapatkan jaminan alias penggantian dana simpanan saat bank dinyatakan gagal bayar atau dicabut izin usahanya.
Kredit macet merupakan kondisi ketidakmampuan nasabah untuk membayar pinjaman secara tepat waktu atau melunasi hutang sesuai dengan perjanjian.
Masalah kredit macet debitur dapat menyebabkan bank merugi bahkan sampai bangkrut karena bank tidak lagi memiliki likuiditas yang memadai untuk melanjutkan operasional bisnis perusahaan.
Oleh karena itu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mensyaratkan nasabah harus bebas dari kredit macet agar mendapatkan klaim penjaminan dari LPS saat bank dilikuidasi.
Program penjaminan simpanan yang dijalankan LPS sejak tahun 2005 bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap simpanan nasabah bank terhadap risiko kehilangan dana ketika bank dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas.
LPS menetapkan kriteria simpanan layak bayar wajib memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan dan cashback melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak menyebabkan kerugian bagi bank, salah satunya kredit macet.
Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih mencontohkan jika nasabah menyetorkan uang melalui pegawai bank dan tidak tercatat di sistem bank, maka LPS tidak dapat menjamin simpanan nasabah.
LPS meminta debitur memperhatikan pembayaran kredit bank jangan sampai mengalami kredit macet agar simpanan nasabah tetap mendapatkan perlindungan dari LPS.
Lana menyampaikan sejak tahun 2005 hingga 2023 LPS telah melikuidasi 119 bank yang terdiri dari 1 bank umum, 105 BPR dan 13 BPRS.
Total simpanan nasabah bank yang dilikuidasi pada periode tersebut tercatat sebesar Rp 2,12 triliun. Akan tetapi tidak semua simpanan nasabah masuk dalam kategori simpanan layak bayar dan berhak mendapatkan penggantian saldo tabungan.
LPS mencatat total simpanan layak bayar yang sudah dibayarkan LPS sejak tahun 2005 hingga 2023 mencapai Rp 1,75 triliun yang setara dengan 82 persen dari total simpanan nasabah bank yang dilikuidasi.
Sementara itu Rp 373 miliar simpanan nasabah masuk kategori tidak layak bayar, dimana sebagian besarnya yaitu lebih dari 76 persen disebabkan karena menerima bunga simpanan melebihi TBP yang ditetapkan.
Terbaru, LPS akan segera melakukan penjamian terhadap polis asuransi berdasarkan mandat UU P2SK yang disahkan pada 12 Januari 2023 lalu.
LPS saat ini masih melakukan berbagai persiapan guna mendukung program penjaminan polis (PPP) berjalan sesuai dengan amanat undang-undang.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa dalam sebuah wawancara mengatakan LPS akan mulai menjalankan PPP paling cepat pada 12 Januari 2028 atau lima tahun terhitung sejak UU P2SK disahkan.
Dalam masa transisi tersebut, LPS meminta perusahaan asuransi membenahi permasalahan internal perusahaan, memperbaiki tata kelola, manajemen risiko dan keuangan. Purbaya menegaskan bahwa hanya perusahan asuransi yang sehat yang diizinkan menjadi peserta penjaminan polis.