Berita Perbankan – Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK) yang disahkan pada 15 Desember 2022 lalu memberikan wewenang baru kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu melindungi dan menjamin polis asuransi.
Perlindungan polis asuransi sejatinya sudah lama dinantikan masyarakat pemegang polis maupun para pelaku industri asuransi seiring dengan menurunnya kepercayaan publik terhadap sektor perasuransian akibat munculnya sejumlah kasus gagal bayar.
Penunjukan LPS sebagai institusi yang bertugas menjamin polis asuransi membawa angin segar dalam dunia perasuransian di tanah air. Meski demikian LPS belum bisa mengimplementasikan program penjaminan polis dalam waktu dekat. LPS memerlukan waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan agar penjaminan polis berjalan dengan baik.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan saat ini LPS terus bekerja keras mempersiapkan program penjaminan polis asuransi dan menargetkan program ini dapat berjalan tiga tahun ke depan.
“Kami sudah mempersiapkan struktur organisasi di LPS sehingga ada kemungkinan itu bisa dijalankan dengan cepat. Kami menargetkan itu kalau bisa tiga tahun sudah diimplementasikan jadi akan kerja lebih keras supaya tiga tahun dari sekarang program penjaminannya bisa berjalan,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani berharap program penjaminan polis dapat berjalan setidaknya lima tahun sejak UU P2SK disahkan. Kementrian Keuangan juga berkomitmen mendukung LPS dalam mempersiapkan penjaminan polis.
Dengan adanya program ini, pemegang polis mendapatkan perlindungan tambahan terhadap risiko yang terkait dengan asuransi yang mereka miliki. Program penjaminan polis dapat memberikan kepercayaan tambahan kepada pemegang polis bahwa klaim mereka akan dibayar, bahkan jika perusahaan asuransi mengalami kesulitan keuangan.
Purbaya menambahkan program penjaminan polis ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada nasabah asuransi dengan memastikan keamanan dana mereka dalam situasi ketika perusahaan asuransi mengalami masalah, hal itu bisa menjadi langkah yang positif untuk melindungi kepentingan nasabah.
Dengan adanya program penjaminan polis, nasabah dapat memperoleh jaminan bahwa dana mereka akan tetap aman atau klaim mereka akan dibayar oleh lembaga penjamin.
“Tentunya preminya tidak akan memberatkan nasabah. Yang jelas nanti nasabah akan lebih tenang menaruh uangnya di perusahaan asuransi dalam negeri,” ujarnya.
Purbaya menuturkan program penjaminan polis dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dana mereka dalam polis asuransi akan tetap aman dan pembayaran klaim akan dipenuhi. Hal ini dapat mengurangi ketakutan dan kekhawatiran terhadap risiko kehilangan dana yang diinvestasikan dalam polis asuransi dan berkontribusi dalam meningkatkan citra positif industri asuransi dalam negeri.
“Program ini pada dasarnya adalah perlindungan kepada nasabah asuransi, bukan penyelamatan perusahaan asuransi. Semoga ke depan industri asuransi dalam negeri lebih mendapatkan kepercayaan masyarakat, dan berkuasa di pasarnya sendiri,” katanya.
Selain itu program penjaminan polis dapat mendorong perusahaan asuransi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam operasi mereka. Nasabah dapat memahami dengan jelas manfaat, ketentuan, dan risiko yang terkait dengan polis asuransi yang mereka pilih.
Purbaya menegaskan seluruh perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia wajib menjadi peserta penjamin polis dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, salah satunya tentang kesehatan keuangan perusahaan tersebut. Untuk memperoleh penjaminan LPS maka perusahaan asuransi wajib memperbaiki terlebih dahulu tata kelola dan keuangan internalnya agar tidak terjadi moral hazard.
“Penyelenggaraan PPP bertugas melindungi penjamin polis, dan setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis, dengan keharusan wajib memiliki tingkat kesehatan tertentu,” katanya.