BeritaPerbankan – JPMorgan merilis buku putih pada bulan Februari yang mengakui identifikasi pengguna dan perlindungan privasi sebagai elemen penting untuk berinte-raksi dan bertransaksi di metaverse. “Kredensial yang dapat diverifikasi [harus] terstruktur untuk memudah-kan identifikasi sesama komunitas atau anggota tim, atau untuk memungkinkan akses yang dapat dikonfigurasi ke berbagai lokasi dan pengalaman dunia maya,” menurut buku putih tersebut.
Pola pikir yang sama untuk keamanan internet perlu diterapkan pada metaverse. Ia menambahkan bahwa protokol keamanan harus seinteraktif mungkin dengan pengguna.
Saat pengguna meninggalkan jejak data di metaverse, satu masalah utama di dunia nyata juga dapat menyeberang ke dunia virtual reality, yakni invasi privasi pengguna oleh perusahaan teknologi. Skandal Facebook dan Cambridge Analytica 2018, misalnya, membuat jutaan data pengguna diambil dan digunakan tanpa persetujuan. Di metaver-se, mungkin ada lebih banyak data yang tersedia bagi perusahaan-perusahaan ini jika peraturan ketat tidak diberlakukan untuk melindungi pengguna.
Kehadiran dunia metaverse disebut dapat membawa risiko siber baru. Dalam metaver-se, ada kemungkinan sebuah avatar seseorang diretas atau menggunakan deepfake untuk seolah-olah menjadi orang tersebut. Kepala intelijen industri di CyberMedia Research Prabhu Ram, mengatakan deepfake ini mengacu pada figur digital yang dimanipulasi agar terlihat atau terdengar seperti orang lain.
Metaverse memang telah menarik perhatian dalam beberapa bulan terakhir, dengan perusahaan seperti Meta yang sudah mulai bersiap untuk memasuki metaverse. Namun, jika risiko keamanan siber di metaverse belum ditangani, perusahaan-perusahaan yang masuk ke metaverse mungkin tidak akan mengalami kesuksesan.
Sementara itu, perusahaan keamanan siber, Check Point, melaporkan ada peningkatan 50% dalam serangan siber per minggu di jaringan perusahaan pada 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Saat bisnis terburu-buru untuk menancapkan bendera mereka di metaverse, tidak semua mungkin menyadari bahaya mengintai di dunia baru ini, kata Ram pada Rabu (23/3/2022)
Karena potensi metaverse belum sepenuhnya disadari, banyak kekhawatiran terbuka seputar privasi dan masalah keamanan di dunia digital tersebut. “Ketika vektor sera-ngan baru muncul, mereka akan membutuhkan penataan kembali mendasar dari paradigma keamanan saat ini untuk mengidentifikasi, memverifikasi, dan mengamankan metaverse,” ujarnya.