BeritaPerbankan- Berdasarkan data dari Bank Dunia yang telah diolah dengan data terkini, rasio DPK per PDB Indonesia pada 2022 berada di level 38,38 persen. Level ini masih relatif lebih rendah dibandingkan rasio DPK per PDB negara-negara tetangga, seperti Singapura di level 141,14 persen, Thailand 135,63 persen, Malaysia 122,59 persen, dan Filipina 77,74 persen.
Nilai DPK di bank sendiri mencapai Rp8.087 triliun per Juni 2023. Selain itu, porsi kepemilikan rekening di Indonesia masih rendah. Mengacu data Global Findex yang diterbitkan oleh Bank Dunia, pada 2021 porsi kepemilikan rekening di Indonesia mencapai 51 persen. “Meskipun angka [kepemilikan rekening] ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, persentase kepemilikan rekening di Indonesia masih di bawah negara lower middle income pada umumnya,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS Lana Soelistianingsih.
Lana mengatakan dengan rendahnya simpanan nasabah di Tanah Air, pembangunan ekonomi yang ditopang dari perbankan pun belum optimal. Padahal, menurutnya jika semakin banyak masyarakat yang menyimpan dana, termasuk menabung di bank maka rasio DPK terhadap PDB akan meningkat dan berimplikasi pada sumber dana untuk investasi pembangunan menjadi lebih besar.
Selain itu, apabila simpanan memadai, maka kemampuan penyaluran pembiayaan pun akan semakin mudah. Pemerintah pun tidak perlu susah-susah undang modal asing untuk mendorong pembangunan. Lana mengatakan masih rendahnya simpanan terhadap PDB di Indonesia ditengarai sejumlah faktor.
Salah satu faktor adalah minimnya pemahaman literasi keuangan. Menurutnya, masyarakat enggan menyimpan dananya di bank dan lebih memilih menyimpan dananya sendiri. “Masyarakat lebih mempercayakan menyimpan uang sendiri di celengan atau di dalam lemari,” ujar Lana. Padahal, jaminan uang hilang atau hancur lebih tinggi disimpan sendiri dibandingkan disimpan di bank. Faktor lainnya, pengelolaan keuangan atas penghasilan di masyarakat belum memadai untuk bisa menabung. “Jadi harusnya sisihkan dulu, jangan sisakan,” kata Lana.
Sebagian masyarakat menurutnya masih menyisakan penghasilannya untuk ditabung. Padahal, prinsip pengelolaan keuangan yang ideal adalah mengalokasikan atau menyisihkan penghasilannya di awal untuk ditabung sebelum dibelanjakan.
Sementara itu, Senior Economist INDEF Aviliani mengkhawatirkan rendahnya DPK di Indonesia karena banyak masyarakat termasuk korporasi yang memilih menyimpan dananya di negara lain. Sebab, masyarakat menginginkan return dari investasinya di simpanan dengan bunga yang tinggi. Apabila suku bunga simpanan di bank-bank Indonesia kalah dibandingkan dengan bunga di negara lain, masyarakat akan menyimpan dananya di luar. Untuk itu, menurutnya otoritas hingga regulator harus menjaga daya tarik masyarakat untuk menyimpan dananya di perbankan Indonesia. “Pengusaha diajak ngobrol juga, agar dana tak keluar semua,” tuturnya.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dengan kondisi rendahnya rasio simpanan terhadap PDB di Indonesia, LPS terus mendorong agar bank semakin percaya diri dengan sistemnya dalam menjaring simpanan. “Agar bisa kejar dan bangun ekonomi dengan uang kita sendiri,” ujar Purbaya. LPS juga memiliki beberapa strategi melalui edukasi inklusi dan literasi agar masyarakat semakin paham bahwa menabung di bank aman dan memiliki banyak manfaat.