BeritaPerbankan – Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang disahkan pada 2023, telah memberikan kewenangan baru kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), salah satunya pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP). Program ini bertujuan untuk melindungi nasabah perusahaan asuransi, sehingga memperluas peran LPS yang sebelumnya hanya berfokus pada penjaminan simpanan bank. Implementasi PPP merupakan salah satu langkah strategis LPS dalam menghadapi tantangan di sektor keuangan yang semakin kompleks.
Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, mengatakan bahwa LPS sedang mempersiapkan diri secara komprehensif untuk merealisasikan program ini. Ia mengungkapkan saat ini LPS fokus melakukan penyesuaian infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Selain itu, LPS juga tengah merumuskan regulasi yang mendukung pelaksanaan program tersebut, serta memperkuat sistem teknologi informasi yang akan memfasilitasi operasional PPP. Infrastruktur digital akan menjadi elemen penting dalam memastikan transparansi dan kecepatan dalam proses penjaminan polis.
Di sisi lain, LPS telah menyusun langkah-langkah untuk melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan asuransi yang akan masuk dalam cakupan PPP. Ini termasuk audit kepatuhan dan kesehatan keuangan perusahaan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi yang dijamin memiliki kinerja keuangan dan manajemen yang kuat sesuai regulasi. Proses rekonsiliasi dan verifikasi juga disiapkan untuk memastikan bahwa data nasabah yang berhak mendapatkan penjaminan sudah tercatat dengan benar.
Tidak hanya itu, LPS juga fokus pada koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan program ini dapat berjalan efektif. Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk DPR dan Kementerian Keuangan, menjadi kunci untuk menyelaraskan kebijakan terkait PPP dengan agenda stabilitas keuangan nasional.
Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, LPS berkomitmen penuh untuk melaksanakan mandat ini secara bertanggung jawab dan efisien, sehingga dapat melindungi kepentingan masyarakat dan menjaga kepercayaan terhadap sektor keuangan.
Purbaya mengungkapkan bahwa LPS masih mendiskusikan jenis asuransi yang masuk dalam cakupan program penjaminan polis. Ia juga memastikan program ini tidak akan memberatkan perusahaan asuransi dalam hal besaran iuran yang dibayarkan. Di sisi lain, penjaminan polis asuransi telah lama dinantikan oleh nasabah asuransi dan industri asuransi itu sendiri. Pasalnya, beberapa tahun terakhir terjadi sejumlah kasus gagal bayar polis asuransi, yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian di tanah air.
Dengan segala persiapan yang matang, LPS berharap program ini dapat diimplementasikan secara efektif pada Januari 2028 mendatang. Transformasi ini juga diharapkan dapat berkontribusi pada penguatan ketahanan sektor keuangan Indonesia, dengan memberikan proteksi yang lebih luas kepada masyarakat, tidak hanya pada sektor perbankan tetapi juga asuransi.