BeritaPerbankan – Sekalipun terjadi kenaikan harga rokok akibat kebijakan cukai, perokok masih dapat berpindah ke produk rokok yang lebih murah.
Tidak heran jika perusahaan rokok pun akhirnya memilih menjual produk rokok murah dari golongan 2. Apalagi, perusahaan rokok pun tampaknya terus berupaya menjual rokok dengan harga murah. Perusahaan kini berlomba-lomba memproduksi rokok kelas dua dengan tarif cukai yang lebih murah. “Pengusaha juga masih bisa memilih atau mengakali agar bisa menggunakan tarif cukai yang lebih rendah,” kata Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Olivia Herlinda.
Sampoerna misalnya, memproduksi rokok merek Marlboro Crafted yang dijual hanya Rp 7.000an per bungkus. Sama halnya dengan Nojorono Tobacco International yang meluncurkan rokok Minak Djinggo Rempah yang harganya hanya Rp 10.000an menambah lini produksi rokokoknya. Djarum juga melakukan hal serupa, dengan meluncurkan rokok Djarum 76 Madu Hitam seharga Rp 12.000an. Sementara itu, Gudang Garam juga meluncurkan Gudang Garam Patra, dan Sriwedari yang dibanderol Rp 11.000-Rp 12.000an.
Jika menilik kebijakan cukai yang berlaku di Indonesia, eksistensi rokok murah ini seharusnya diwaspadai. Olivia usulkan, untuk meminimalisir maraknya jumlah dan jenis rokok murah, diperlukan terobosan pada struktur tarif cukai saat ini. “Setiap golongan memiliki dua sampai tiga tarif cukai yang berbeda. Dengan begitu, opsi rokok murah akan selalu ada. Simplifikasi tarif cukai itu kebijakan yang penting untuk memimalkan ketersediaan rokok murah di pasaran,” ujarnya. Itulah sebabnya CISDI mendorong kebijakan kenaikan cukai yang optimal, yang ini masih menunggu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).