BeritaPerbankan – Sentimen pelaku pasar yang memburuk membuat rupiah kian tertekan. Mata uang rupiah sepanjang pekan ini masih mencatatkan kinerja kurang baik. Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS), mendekati lagi level Rp 15.000/US$.
Melansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah melemah 0,82% secara point-to-point di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Jumat (16/9/2022) kemarin, rupiah berada di Rp 14.950/US$, melemah 0,37% di pasar spot.
Dalam lima hari perdagangan terakhir, rupiah ditutup menguat dua kali yakni pada Kamis dan Jumat sementara sisanya ditutup pada zona merah. Penguatan tersebut dipicu kabar positif dari Tanah Air. Pada Kamis (15/9/2022), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia pada periode Agustus 2022 berhasil tumbuh 30,15% secara (year-on-year/yoy) mencapai US$ 27,91 miliar.
Sementara impor pada periode yang sama US$ 22,15 miliar, naik 32,81% (yoy). Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$ 5,76 miliar.
Surplus tersebut lebih tinggi ketimbang konsensus pasar dari 12 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus sebesar US$ 4,12 miliar.
Ekspor tercatat mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, melampaui rekor sebelumnya pada April 2022 yang mencapai US$ 27,3 miliar, berdasarkan catatan CNBC Indonesia.
Namun melemahnya rupiah sepanjang pekan tetap saja dipengaruhi oleh berbagai sentimen eksternal yang kiranya siap mengguncang pasar finansial Tanah Air. Sentimen pelaku pasar yang memburuk membuat rupiah terpuruk. Apalagi pada pekan depan akan ada pengumuman suku bunga bank sentral AS (The Fed) dan Bank Indonesia (BI). Sehingga, tekanan menjelang akhir pekan ini menjadi cukup besar.
Dengan inflasi yang masih tinggi, The Fed hampir pasti akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin bahkan ada kemungkinan sebesar 100 basis poin pekan depan. Suku bunga The Fed saat ini 2,25-2,5%, jika naik 100 basis poin akan menjadi 3,25-3,5%. Alhasil, risiko resesi di Amerika Serikat semakin meningkat, pasar finansial pun tertekan. Dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi buruan, rupiah pun kembali jeblok.