BeritaPerbankan – Sepanjang pekan ini, rupiah terus berada dalam tren penguatan dan bertahan di level terkuatnya sejak awal tahun. Menurut data Refinitiv, pada akhir pekan, Jumat (30/8/2024), rupiah ditutup melemah 0,26% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di posisi Rp15.450/US$.
Penurunan ini berlawanan dengan penguatan yang terjadi selama dua hari sebelumnya, namun rupiah masih berhasil mempertahankan level terkuatnya sejak awal tahun. Secara mingguan, rupiah tetap menunjukkan tren positif dengan apresiasi sebesar 0,23%, menjadikannya lima pekan berturut-turut berada di zona hijau.
Pelemahan harian ini diperkirakan terjadi karena penguatan indeks dolar AS (DXY), yang naik selama tiga hari berturut-turut. Pada akhir pekan, DXY mencapai 101,69, meningkat hampir 1% dalam sepekan. Penguatan DXY didorong oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, serta peningkatan belanja konsumen.
Ekonomi AS tumbuh pada tingkat tahunan 3,0% pada kuartal terakhir, lebih tinggi dari laporan sebelumnya yang menyebutkan 2,8%, menurut estimasi kedua PDB kuartal kedua yang dirilis oleh Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan. Pada kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 1,4%. Belanja konsumen, yang mencakup lebih dari dua pertiga dari total ekonomi, juga direvisi naik menjadi 2,9%, didorong sebagian oleh peningkatan upah.
Inflasi yang moderat turut meningkatkan daya beli konsumen. Meskipun begitu, data PCE AS yang dirilis semalam menunjukkan hasil lebih baik dari ekspektasi, memberikan optimisme pada pelaku pasar mengenai kemungkinan kebijakan The Fed pada bulan September yang dapat mendukung soft landing.
Sebagai informasi, PCE Price Index pada Juli 2024 menunjukkan inflasi sebesar 2,5%, sama dengan bulan sebelumnya dan lebih baik dari ekspektasi pasar di 2,6%. Secara bulanan, PCE Price Index tumbuh 0,2%, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Saat ini, pasar melihat prospek pemangkasan suku bunga pada bulan depan semakin mendekat. Hal ini dapat menjadi pendorong bagi rupiah untuk melanjutkan penguatannya, karena penurunan suku bunga AS akan mendorong aliran dana asing kembali masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.