BeritaPerbankan – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) resmi disahkan menjadi UU PPSK dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Rabu (14/12).
Ketua DPR RI Puan Maharani selaku pimpinan sidang paripurna sempat bertanya kepada seluruh perwakilan Fraksi atas persetujuan pengesahan RUU PPSK dan akhirnya RUU PPSK atau yang dikenal juga dengan Omnibus Law Sektor Keuangan tersebut kini telah resmi menjadi undang-undang.
“Kami menanyakan kepada semua fraksi apakah RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) bisa disahkan menjadi Undang-undang? Setuju?” tanya Puan di gedung DPR seperti dilansir dari Youtube DPR RI.
Lantas apa saja peraturan baru yang tercantum dalam UU PPSK?
Dalam Draft RUU PPSK yang disahkan DPR kemarin, terdiri dari 27 bab dan 341 pasal dalam ruang lingkup RUU PPSK.
Salah satu yang lembaga yang mendapatkan amanat baru dari UU PPSK adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Setelah disahkannya UU PPSK maka LPS resmi mengemban amanat menjalankan tiga tugas tambahan, yang mana sebelumnya LPS memiliki dua tugas yaitu menjamin simpanan nasabah dan turut serta dalam menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya di sektor keuangan perbankan.
Tiga tugas baru LPS tersebut adalah menjalankan program penjaminan polis asuransi, melaksanakan resolusi bank dan melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangannya.
Dalam menjalankan program penjaminan polis asuransi, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan penjaminan polis. LPS diberikan kewenangan untuk menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis dan biaya kontribusi yang harus dibayar perusahaan asuransi saat pertama kali menjadi peserta penjaminan polis.
Dalam menjalankan tugasnya menjamin simpanan nasabah perbankan dan polis asuransi, LPS juga diberikan kewenangan melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajibannya, mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank dan laporan hasil pemeriksaan bank.
Sementara itu dalam pelaksanaan program penjaminan polis LPS berwenang mendapatkan dapat pemegang polis peserta asuransi maupun tertanggung, data kesehatan perusahaan asuransi, laporan keuangan perusahaan dan laporan hasil pemeriksaan perusahaan asuransi.
“Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan mengenai pembayaran klaim penjaminan dan pelaksanaan penjaminan polis,” seperti dikutip Pasal 6 ayat (1) huruf g.
Sebelum RUU PPSK disahkan, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa sempat merespon perihal amanat baru yang bakal diemban LPS yaitu menjamin polis asuransi.
Purbaya mengatakan lembaganya siap menjalankan amanat undang-undang tersebut. Namun untuk merealisasikan program penjaminan polis asuransi LPS memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri baik dari sisi Industri Perasuransian itu sendiri maupun dari internal LPS.
“Kami mau masa tenggang yang cukup untuk menyiapkannya. Saya bilang, 5 tahun siaplah untuk menjamin polis asuransi dan menyiapkan industri asuransi untuk memenuhi syarat penjaminan,” terangnya.
Purbaya optimis program penjaminan polis akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat menurun akibat kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
“Saya pikir, kalau ada program penjaminan ini, industri asuransi akan tumbuh dengan baik dan masyarakat bisa tenang karena uangnya akan lebih dijamin (oleh LPS),” jelasnya.
UU PPSK turut mengatur tentang pembentukan Dewan Komisioner OJK dan LPS serta calon Gubernur Bank Indonesia (BI) tidak diperbolehkan berasal dari partai politik. Hal itu dilakukan demi menjaga independensi tiga lembaga keuangan tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“Independensi BI, OJK dan LPS masih sangat dijaga pencalonan anggota dewan komisioner maupun dewan gubernur. Tidak boleh dari partai politik,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani.