BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin simpanan nasabah perbankan maksimal Rp 2 miliar per nasabah per bank. Namun LPS hingga saat Ini belum menjamin saldo e-wallet atau dompet elektronik.
Lalu apa bedanya saldo tabungan dan saldo e-wallet?
Desakan agar LPS menjamin saldo dompet elektronik terus mengemuka. Pasalnya dompet elektronik kekinian menjadi salah satu metode pembayaran yang banyak digunakan oleh masyarakat di era digital seperti sekarang ini.
Pembayaran cashless atau non tunai semakin populer di Indonesia. Dompet digital sebagai salah satu penyedia pembayaran non tunai menawarkan metode pembayaran yang mudah, praktis, aman dan menguntungkan dengan berbagai promo yang ditawarkan.
Kegiatan berbelanja baik offline maupun online sudah bisa menggunakan pembayaran non tunai baik melalui aplikasi mobile banking dengan scan QRIS maupun dompet digital.
Preferensi masyarakat menggunakan metode pembayaran non tunai yang terus meningkat terlihat dari laporan Bank Indonesia (BI) yang mencatat pertumbuhan nilai transaksi uang elektronik sebesar 42,06 persen secara tahunan (YoY) pada triwulan pertama tahun 2022.
BI memprediksi pertumbuhan transaksi dompet digital akan terus naik hingga akhir tahun 2022 mencapai Rp 360 triliun atau naik 18,03 persen YoY.
Penggunaan dompet digital merupakan salah satu dampak positif dari meningkatnya penggunaan Internet di Indonesia. Terbukti bahwa 9 dari 10 orang pengguna internet berusia 25 hingga 35 tahun merupakan pengguna aktif dompet elektronik.
Pertumbuhan pengguna e-wallet terus naik mencapai 300 persen sejak pandemi covid-19 yang mendorong orang melakukan transaksi keuangan secara online dan non tunai untuk mengurangi interaksi secara langsung.
Pengguna dompet elektronik nampaknya harus bersabar karena saat ini LPS belum bisa menjamin saldo e-wallet atau yang disebut dengan dana float.
LPS mengatakan hingga saat ini undang-undang belum mengamanatkan LPS untuk menjamin saldo dompet digital karena dana float tidak termasuk dalam jenis simpanan perbankan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan meski demikian peluang LPS untuk menjamin dana float masih terbuka lebar, jika nantinya undang-undang memasukan dana float sebagai salah satu produk tabungan bank.
Dana float berbeda dengan saldo tabungan. Dana float atau uang pengisian saldo dompet digital memiliki jumlah limit. Misalnya top-up OVO Premier memiliki limit maksimal Rp 40 juta sedangkan ShopeePay Plus memiliki limit yang lebih rendah lagi yaitu Rp 20 juta, begitupun dengan penerbit dompet digital lainnya yang punya regulasi masing-masing soal maksimal pengisian saldo.
Sementara dalam tabungan bank, nasabah bisa menyimpan uang di bank berapapun tanpa ada batasan saldo maksimal. Semakin banyak saldo rekening tabungan justru semakin baik karena jumlah keuntungan yang kita peroleh akan semakin tinggi.
Dilihat dari sisi fungsi keduanya, tabungan e-wallet memang berbeda. Tabungan bisa digunakan sebagai media untuk penyimpan uang dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Sementara e-wallet berfungsi sebagai dompet digital untuk transaksi harian, mingguan dan bulanan , bukan untuk tujuan simpanan jangka panjang.
Meski demikian pengguna dompet digital tetap dibayangi kekhawatiran soal keamanan saldo uang elektronik mereka, sehingga harapannya LPS dapat memperlakukan dan menjamin saldo e-wallet seperti halnya produk simpanan perbankan.
Purbaya mengatakan peluang LPS untuk menjamin saldo e-wallet masih akan menunggu pengesahan RUU PPSK menjadi undang-undang.
LPS menyadari bahwa pengguna dompet digital yang terus meningkat dengan jumlah transaksi yang terus bertumbuh mendorong kebutuhan untuk menjamin saldo dompet elektronik.
LPS mencatat dana float yang tersimpan di bank mencapai Rp 5,8 triliun dan non bank Rp 3,6 triliun. Terjadi lonjakan signifikan jumlah rekening simpanan digital dimana data pada tahun 2020 jumlahnya hanya 179 ribu dan pada tahun 2022 tumbuh pesat hingga 38,2 Juta rekening.