BeritaPerbankan – Penggunaan teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kekinian. Era digital telah tiba. Seluruh sektor usaha mulai beradaptasi dengan perubahan pola perilaku konsumen yang sudah terbiasa menggunakan gadget untuk melakukan berbagai transaksi.
Industri perbankan menjadi salah satu sektor yang secara masif ikut bertransformasi mengikuti perkembangan jaman dengan menyediakan layanan digital bagi nasabahnya.
Berdasarkan survey FICO sebanyak 54% konsumen Indonesia lebih suka memanfaatkan kanal digital (mobile banking, internet banking) untuk mengakses layanan perbankan dan berinteraksi dengan layanan konsumen.
Layanan digital perbankan Jenius milik BTPN mencatat ada lonjakan signifikan penggunaan aplikasi Jenius selama pandemi. Jumlah pengguna mobile banking meningkat dari 71% menjadi 83%. Sementara jumlah pengguna ATM justru turun dari 45% menjadi 34%.
Transformasi digital perbankan semakin jelas terlihat dengan bermunculan bank-bank digital. Hal itu didorong oleh peraturan OJK (POJK) No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum pada Agustus lalu.
POJK yang baru saja diterbitkan membawa angin segar untuk bisnis digital perbankan, yang digadang-gadang menjadi masa depan industri perbankan yang sudah mulai bermigrasi ke layanan digital sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman dan kebutuhan nasabah.
Seperti diketahui operasional bank digital tidak memerlukan kantor cabang seperti halnya bank konvensional. Bank digital hanya diwajibkan memiliki satu kantor pusat karena seluruh layanan perbankan dilakukan berbasis teknologi yang dapat diakses melalui ponsel pintar.
Yang menjadi pertanyaan, lantas bagaimana nasib kantor-kantor cabang di tengah ramainya digitalisasi perbankan?
Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK Tony mengatakan sebetulnya pengurangan jumlah kantor cabang sudah terjadi sejak tahun 2015. Meskipun topik tentang transformasi digital perbankan makin populer pada tahun 2021.
OJK mencatat kantor cabang seluruh bank umum di Indonesia berkurang jumlahnya dari 32.963 kantor menjadi hanya 29.889 kantor pada Maret 2021. Jumlah pengurangan kantor cabang tersebut diprediksi akan terus berkurang karena bank konvensional kekinian sudah mulai mengaplikasikan sistem perbankan digital.
Direktur Riset CORE Piter Abdullah mengatakan seluruh bank berhak mengembangkan pelayanan digital perbankan meskipun tanpa embel-embel bank digital.
Perkembangan teknologi membuat industri perbankan berjalan menuju era digital. Tingginya aktifitas layanan digital perbankan membuat sejumlah bank mengurangi jumlah mesin ATM. Jumlah mesin ATM pada tahun 2019 berjumlah 108 ribu, namun kini hanya tinggal 104 ribu mesin ATM.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mendorong perbankan untuk lincah bergerak beradaptasi dengan teknologi agar dapat bersaing di era digital.
Perbankan harus mengurangi cara-cara bisnis yang konvensional dengan beralih ke layanan digital. Wimboh mengingatkan kepada perbankan untuk mempertimbangkan lagi jika hendak membuka kantor cabang.
Wimboh mengamati fenomena baru dimana kekinian masyarakat lebih suka melakukan transfer uang melalui ponsel pintar ketimbang harus antre di teller bank. Pembayaran digital lebih diminati karena lebih cepat dan efisien karena bisa dilakukan dimana saja kapan saja.
Sudah bukan jamannya lagi bank membuka banyak kantor cabang seperti pada tahun 2000 hingga 2010 dimana industri perbankan ramai-ramai membuka kantor cabang di banyak tempat.
Transformasi digital perbankan menuntut industri perbankan untuk meningkatkan pelayanan digital dengan menyediakan aplikasi yang mudah diakses dengan teknologi yang canggih namun tetap mengedepankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah.