BeritaPerbankan – Deflasi terjadi selama lima bulan berturut-turut, mulai dari Mei hingga September 2024. Pemerintah berencana mengambil langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut, terutama yang terkait pembelian rumah, akan difokuskan untuk mendorong daya beli, mengingat komponen makanan tidak menjadi penyebab utama deflasi.
“Yang perlu kita dorong adalah daya beli, terutama di sektor-sektor yang bisa mendukung kelas menengah,” kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (1/10/2024). Salah satu sektor tersebut, lanjutnya, adalah perumahan dan properti, yang menjadi prioritas setelah kebutuhan pangan.
Untuk mendukung daya beli ini, pemerintah telah memberikan insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah (DTP), serta menambah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Tinggal dijalankan. Backlog bisa diatasi. FLPP juga akan ditingkatkan menjadi 200.000, karena kuota saat ini sudah habis. Ini sudah disetujui dalam rapat kabinet paripurna,” ujar Airlangga.
Meski pemerintah fokus pada peningkatan daya beli, Airlangga menegaskan bahwa deflasi yang terjadi selama lima bulan bukan akibat menurunnya daya beli, melainkan hasil dari pengendalian pasokan pangan oleh pemerintah. “Yang mengalami penurunan adalah volatile food, yang dikendalikan oleh Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP). Dengan harga pangan yang terjangkau, daya beli akan naik,” jelasnya.
Airlangga menambahkan bahwa indikator utama yang mencerminkan daya beli masyarakat adalah inflasi inti, yang tetap stabil di sekitar 2%. Sebagai informasi, deflasi dimulai pada Mei 2024 dengan tingkat 0,03% secara bulanan, kemudian berlanjut pada Juni sebesar 0,08%, Juli 0,18%, Agustus 0,03%, dan semakin dalam pada September sebesar 0,12%.