Berita Perbankan – Sepanjang periode tahun 2005 hingga 2023, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat terdapat Rp 373 miliar dana simpanan nasabah bank yang dilikuidasi masuk dalam kategori tidak layak bayar. Ini artinya simpanan nasabah tidak berhak mendapatkan penggantian saldo rekening saat bank dinyatakan gagal bayar.
Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan hal itu terjadi karena simpanan nasabah tidak memenuhi syarat dan kriteria dalam program penjaminan simpanan LPS. Untuk memperoleh perlindungan dan jaminan pengembalian dana simpanan, ada 3 syarat yang harus dipenuhi yaitu aliran dana simpanan harus tercatat dalam sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan maupun cashback melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak merugikan bank seperti terlibat kasus kredit macet dan penipuan.
Lana juga mengingatkan nasabah bahwa maksimal saldo rekening yang dijamin LPS adalah Rp 2 miliar per nasabah per bank. Oleh karena itu Lana mengimbau masyarakat yang memiliki uang di rekening bank lebih dari Rp 2 miliar agar membagi uang tersebut ke dalam beberapa rekening di bank yang berbeda, untuk mendapatkan penjaminan penuh dari LPS.
“Kalau misalnya kalau punya uang Rp5 miliar, dibagi-bagi ke bank lain, jangan di satu bank saja,” kata Lana.
Lana mengungkapkan adanya temuan nasabah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang melakukan transaksi dengan sistem penitipan yang berpotensi dana nasabah tidak tercatat di sistem bank tersebut. Sehingga saat bank mengalami gagal bayar dana nasabah tidak dapat dikembalikan karena tidak ada bukti yang bisa memvalidasi simpanan nasabah tersebut.
LPS mengimbau nasabah secara berkala mencetak pembukuan atau bukti transaksi kepada pihak bank, meskipun catatan itu ada di mobile banking. Namun dalam situasi bank dinyatakan bangkrut, nasabah perlu menyertakan catatan pembukuan untuk mengajukan klaim penjaminan.
“Jangan lupa mencetak pembukuan atau bukti transaksi, walaupun ada di mobile. Sebaiknya cetak rutin. Ini karena saat pembayaran klaim dari bank bangkrut yang diperlukan adalah catatan dari rekeningnya,” ujarnya.
LPS juga senantiasa mengingatkan masyarakat untuk patuh terhadap peraturan penjaminan simpanan agar dana nasabah aman saat bank bangkrut. Penyebab utama simpanan nasabah masuk kategori tidak layak bayar adalah suku bunga simpanan yang diterima melebihi batas maksimal bunga penjaminan.
Untuk periode 1 Juni hingga 30 September 2023, LPS telah menetapkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum adalah 4,25 persen, simpanan dalam mata uang asing 2,25 persen dan simpanan rupiah di BPR 6,75 persen.
LPS menegaskan pihaknya tidak memiliki wewenang melarang nasabah menerima bunga tinggi melebihi bunga penjaminan, namun nasabah mesti paham risikonya, yaitu saldo simpanan tidak akan dijamin LPS saat bank mengalami kebangkrutan.
Begitupun LPS tidak bisa melarang bank memberikan tawaran suku bunga tinggi kepada nasabah, sepanjang bank memberikan informasi kepada nasabah tentang simpanan mereka yang tidak masuk dalam program penjaminan simpanan LPS.
“Kalau nasabah yakin tempatkan dana dan bank-nya tidak kenapa-kenapa kita tidak melarang. Kalau tidak yakin lebih baik ikuti saja dengan suku bunga penjaminan LPS,” katanya.
Seperti diketahui LPS telah menjalankan program penjaminan simpanan sejak tahun 2005. Selama beroperasi, LPS telah membayarkan klaim penjaminan simpanan layak bayar sebesar Rp 1,75 triliun kepada lebih dari 270 ribu nasabah bank yang dilikuidasi.
Dalam perkembangannya, LPS mendapatkan tugas baru diantaranya yaitu menjalankan program penjaminan polis asuransi berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan program penjaminan polis, sesuai dengan amanat undang-undang, dijadwalkan akan mulai bergulir pada 12 Januari 2028 atau lima tahun sejak UU P2SK disahkan. Saat ini LPS diketahui tengah melakukan berbagai persiapan untuk menjamin pelaksanaan penjaminan polis dapat berjalan sesuai dengan harapan.
LPS bersama OJK dan DPR terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi untuk menyusun sejumlah aturan turunan dalam pelaksanaan penjaminan polis asuransi. LPS juga mengajak seluruh perusahaan asuransi untuk memanfaatkan masa transisi lima tahun ini untuk membenahi manajamen perusahan, sebab hanya perusahaan asuransi sehatlah yang bisa menjadi peserta program penjaminan polis.