Berita Perbankan – Industri perbankan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Stabilitas sistem keuangan nasional juga tak terlepas dari kinerja positif perbankan. Di sisi lain, industri perbankan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian nasional secara keseluruhan.
Hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tak lepas dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Kepercayaan publik terhadap perbankan, salah satunya diuji saat bank mengalami kebangkrutan atau gagal bayar.
Sebelum hadirnya LPS pada tahun 2005 dalam menjamin simpanan nasabah perbankan, dana simpanan nasabah tidak dijamin oleh lembaga manapun sehingga saat bank mengalami gagal bayar nasabah harus menunggu likuidasi bank tersebut yang bisa memakan waktu yang cukup lama.
Pada krisis moneter tahun 1997-1998 industri perbankan menjadi salah satu sektor yang terdampak akibat krisis. Sejumlah bank mengalami kebangkrutan hingga harus ditutup. Terjadi pula penarikan uang oleh nasabah secara besar-besaran karena khawatir dana simpanan mereka tak bisa kembali.
Hal itu terlihat ketika 16 bank dilikuidasi, yang membuat orang kurang percaya pada perbankan di Indonesia. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah membuat beberapa kebijakan, salah satunya adalah memberikan jaminan penuh atas semua kewajiban pembayaran bank, termasuk uang simpanan masyarakat (blanket guarantee).
Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.
Meskipun blanket guarantee awalnya bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat pada perbankan, namun cakupan yang terlalu luas menyebabkan moral hazard dari pihak manajemen bank dan masyarakat.
Pemerintah kemudian mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tahun 2004, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang menjadi dasar hukum pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan. LPS kemudian mulai beroperasi pada 22 September 2005, setahun setelahnya.
LPS mengemban tugas menjaga stabilitas sistem keuangan nasional dan menjamin dana simpanan nasabah perbankan. Seiring dengan perkembangannya, sejak 13 Oktober 2008 nilai penjaminan simpanan LPS mencapai Rp 2 miliar per nasabah per bank, yang akan diberikan kepada nasabah bank yang dilikuidasi atau ditutup izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Cakupan penjaminan LPS terdiri atas seluruh simpanan nasabah di semua bank yang beroperasi di Indonesia. Adapun syarat dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh nasabah agar memperoleh penjaminan LPS dikenal dengan syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak terlibat kejahatan perbankan seperti penipuan dan kredit macet.
Jenis simpanan di bank konvensional yang dijamin LPS meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Tak hanya bank konvensional, LPS juga turut menjamin simpanan nasabah bank syariah dengan jenis simpanan yang dijamin terdiri atas Giro berdasarkan Prinsip Wadiah, Giro berdasarkan Prinsip Mudharabah, Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah, Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/atau Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
Sebagai tambahan informasi pengajuan klaim penjaminan simpanan layak dibayar LPS wajib dilakukan nasabah penyimpan paling lambat 5 (lima) tahun sejak izin usaha bank dicabut. Sebelumnya LPS akan melakukan tahapan proses rekonsiliasi dan verifikasi untuk menetapkan status simpanan layak bayar dan tidak layak bayar berdasarkan syarat 3T.