Berita Perbankan – Dolar Amerika Serikat (AS) telah lama menjadi mata uang yang digunakan secara global dalam sejarah peradaban dunia. Kegiatan perekonomian dan perdagangan internasional didominasi oleh penggunaan dolar AS sebagai alat tukar atau mata uang transaksi perdagangan internasional.
Namun munculnya isu dedolarisasi menimbulkan pertanyaan, apakah dedolarisasi akan menggeser posisi dolar AS sebagai mata uang paling perkasa, yang sudah dipegang sejak seratus tahun lamanya?.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat bahwa dolar AS masih dianggap sebagai mata uang paling stabil.
“Saya melihat, sampai sekarang belum ada (mata uang) yang lebih stabil dibanding dolar (AS). Bukan saya promosikan dolar AS ya,” kata Purbaya dalam konferensi pers, Jumat (26/5).
Purbaya meyakini dolar AS masih belum akan tergantikan oleh mata uang lain dalam perekonomian internasional dalam waktu yang lama.
Meskipun perekonomian dan keuangan negeri Paman Sam itu tengah bergejolak, terutama munculnya isu risiko default atau gagal bayar yang masih belum menemukan titik temu antara Presiden AS, Joe Biden dan Legislator AS.
Purbaya menjelaskan dinamika perekonomian AS bukan kali ini saja terjadi. Bahkan isu dedolarisasi sempat mencuat di era tahun 1970-an, di mana kala itu perekonomian Jepang dan Eropa tengah berkembang pesat. Prediksi sejumlah ekonom soal yen Jepang dan euro (mata uang negara-negara Uni Eropa) akan menggantikan dominasi dolar AS hingga saat ini tidak pernah terjadi.
Perlu dicatat bahwa dedolarisasi tidak berarti penggantian total terhadap dolar AS, tetapi lebih mengarah pada diversifikasi mata uang dalam transaksi dan cadangan devisa suatu negara.
Pada tahun 1990-an dolar AS kembali terancam oleh mata uang yuan Tiongkok seiring dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang terus meroket. Digadang-gadang mampu menurunkan takhta dolar AS sebagai mata uang paling banyak digunakan secara global, namun Yuan masih belum bisa menandingi penggunaan dolar AS.
“Waktu China tumbuh kuat isu dedolarisasi tumbuh lagi, Yuan diprediksi akan menggantikan Dolar, ternyata nggak juga. Kalau pengamatan saya selama ini mata uang yang paling kuat, yang teruji selama hampir 100 tahun lebih ya dolar (AS),” terang Purbaya.
Menteri Keuangan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri mengatakan peran mata uang Yuan masih akan terus meningkat secara gradual. Namun untuk benar-benar menggantikan dolar AS dalam perekonomian global masih memerlukan waktu yang cukup lama.
“Apakah dedolarisasi akan terjadi? Menurut saya peran dari mata uang Renminbi secara gradual memang akan meningkat, namun dibutuhkan waktu yang amat panjang untuk menggantikan US dolar,” kata Chatib dalam unggahan Instagram pribadi @chatibbasri, dikutip Minggu (21/5).
Purbaya menambahkan di tengah isu dedolarisasi dan risiko gagal bayar utang AS, kinerja investasi di pasar uang dolar masih terpantau normal.
Seperti diketahui sejumlah negara telah melakukan langkah-langkah dedolarisasi, meskipun belum ada satu pun negara yang sepenuhnya melepaskan diri dari ketergantungan terhadap dolar AS.
Tiongkok dan Brasil bisa dibilang sebagai pioner dalam aksi dedolarisasi melalui kerjasama perdagangan bilateral yang menggunakan mata uang kedua negara tersebut.
Negara-negara lainnya yang mengikuti langkah serupa diantaranya Turki yang telah melaksanakan aksi dedolarisasi dengan meningkatkan penggunaan mata uang lain, seperti euro, dalam perdagangan dan keuangan internasional.
Rusia telah mengurangi ketergantungannya terhadap Dolar AS dan meningkatkan diversifikasi dalam cadangan devisa dengan membeli emas dan meningkatkan penggunaan mata uang lain dalam transaksi internasional.
Di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan, Venezuela telah melakukan dedolarisasi dengan membatasi penggunaan dolar AS dalam transaksi domestik dan berupaya memperkuat penggunaan mata uang nasional, bolivar.
Di kawasan ASEAN, sejumlah negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina menjalin kerjasama perdagangan dengan menggunakan mata uang lokal untuk membatasi penggunaan dolar AS dan memperkuat stabilitas mata uang negara masing-masing.