BeritaPerbankan – Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang baru saja disahkan oleh DPR RI pada Selasa (13/12) memberikan mandat kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk melaksanakan program penjaminan polis asuransi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan LPS resmi mendapatkan tugas baru, yang awalnya hanya menjamin simpanan nasabah perbankan, kini LPS turut menjamin polis asuransi.
Sri Mulyani menuturkan LPS masih memiliki waktu 5 tahun untuk mempersiapkan segala keperluan dalam pelaksanaan program penjaminan polis.
Menkeu menambahkan penjaminan polis asuransi tentu berbeda dengan pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah perbankan. Terdapat dua hal penting yang perlu disiapkan LPS sebelum menjalankan tugas baru tersebut, yaitu persiapan dari sisi internal LPS dan juga kesiapan dari sisi industri Perasuransian itu sendiri.
“Tentu ini adalah sebuah mandat yang berbeda sama sekali dengan lembaga penjamin simpanan dari perbankan,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Sri Mulyani meminta LPS memanfaatkan waktu 5 tahun ini untuk mempersiapkan pelaksanaan program penjaminan polis dengan memperhatikan keseimbangan antara melindungi nasabah asuransi, memberikan kepastian bagi pelaku industri asuransi dan mencegah terjadinya moral hazard.
“Itu berkali-kali di dalam pembahasan kami dengan DPR, DPR menyampaikan kepada kami, kami juga menyampaikan persetujuan kita mengenai bagaimana di satu sisi melindungi masyarakat, membuat industri tumbuh dan besar, namun kita tetap prudent atau hati-hati dan mampu mendeteksi dan mencegah moral hazard,” jelasnya.
“Oleh karena itu, 5 tahun ini nanti akan kita manfaatkan di dalam membuat persiapan-persiapannya,” pungkasnya.
Sri Mulyani menambahkan dalam tahap persiapan tersebut, Pemerintah juga akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai panduan untuk mempersiapkan program penjaminan baik bagi LPS maupun industri asuransi.
Seperti yang diketahui bersama, Pemerintah dan DPR telah sepakat menunjuk LPS sebagai pelaksana lembaga penjamin polis (LPP) yang tertuang dalam UU PPSK.
Sebelum RUU PPSK disahkan menjadi UU PPSK, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa pernah mengungkapkan bahwa lembaganya siap menjalankan amanat undang-undang, dalam hal ini terkait penjaminan polis asuransi.
LPS yang telah memiliki banyak pengalaman dalam penjaminan simpanan nasabah perbankan, diharapkan mampu memperbaiki kondisi perasuransian nasional melalui perlindungan polis bagi masyarakat.
Purbaya menambahkan untuk menjalankan program penjaminan polis LPS memerlukan persiapan setidaknya lima tahun dan sebelum LPS menjamin polis asuransi, industri asuransi harus dipersiapkan dengan baik serta seperangkat aturan perlu disiapkan agar program penjaminan polis dapat berjalan efektif.
“Kami mau masa tenggang yang cukup untuk menyiapkannya. Saya bilang, 5 tahun siaplah untuk menjamin polis asuransi dan menyiapkan industri asuransi untuk memenuhi syarat penjaminan,” terangnya.
Purbaya optimis program penjaminan polis akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat menurun akibat kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
“Saya pikir, kalau ada program penjaminan ini, industri asuransi akan tumbuh dengan baik dan masyarakat bisa tenang karena uangnya akan lebih dijamin (oleh LPS),” jelasnya.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menyambut baik penunjukkan LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis di saat Indonesia belum memiliki Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang semestinya sudah dibentuk pada tahun 2017 lalu.
Menurut Irvan, keputusan Pemerintah dan DPR memberikan tugas tersebut kepada LPS dinilai sudah tepat. LPS memiliki pengalaman dalam menjamin simpanan nasabah, ditambah biaya pembentukan LPP juga tidak sedikit, setidaknya perlu dana sekitar Rp 8 triliun.
Sementara itu industri Perasuransian sangat memerlukan realisasi program penjaminan polis asuransi untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi yang sempat tercoreng akibat kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
“Sudah tepat. Lembaga Penjamin Polis (LPP) di luar negeri itu adalah lembaga pemerintah, tapi memang iurannya dibiayai oleh industri asuransi. Jadi sudah tepat, best practice-nya demikian LPP dikelola lembaga pemerintah,” ujarnya.
Pendapat yang sama juga disampaikan pengamat asuransi Kapler Marpaung yang mengatakan bahwa saat ini Indonesia tidak perlu membentuk lembaga baru untuk menjamin polis.
“Jadi menurut saya pemerintah tidak perlu membentuk lembaga penjaminan polis yang baru, tapi tugas LPS saja ditambah. Biaya awal nya lebih efisien dan prosesnya lebih efektif karena pastinya LPS sudah lebih mudah untuk menyusun administrasi yang berkaitan dengan operasional penjaminan polis,” kata Kapler.
Berdasarkan UU PPSK, LPS yang awalnya memiliki dua tugas yaitu menjamin simpanan nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya sektor keuangan perbankan, setelah disahkannya UU PPSK maka tugas LPS bertambah menjadi lima tugas.
Tiga tugas baru LPS yang dimuat dalam UU PPSK adalah menjamin polis asuransi, melaksanakan resolusi bank dan melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahnya oleh otoritas pengawas.