BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus mengembangkan berbagai strategi dalam menjaga kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan nasional dan stabilitas sistem keuangan di tengah dinamika tantangan industri keuangan yang muncul.
Untuk memperkuat perannya, inovasi yang dikembangkan oleh LPS saat ini berfokus pada percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah dan melakukan intervensi dini (early intervention) terhadap bank yang mengalami kesulitan untuk meminimalisir jatuhnya bank.
Berdasarkan catatan LPS, setidaknya setiap tahun ada 6 hingga 7 bank, yang didominasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR), dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah satu terobosan yang dilakukan LPS adalah mempercepat proses pembayaran klaim bagi nasabah bank yang izinnya dicabut oleh OJK. Langkah ini diambil untuk memberikan kepastian dan rasa tenang bagi masyarakat, terutama bagi nasabah BPR/BPRS yang mengalami likuidasi.
Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, menyatakan bahwa saat ini pembayaran klaim sudah dapat dimulai hanya dalam waktu lima hari kerja sejak izin usaha bank dicabut oleh OJK. Sementara dalam regulasi yang berlaku, proses ini dilakukan paling lambat dalam waktu 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya.
Percepatan proses ini mencerminkan tren positif yang terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data LPS, sebelumnya proses pembayaran klaim bisa memakan waktu antara sembilan hingga empat belas hari kerja. Namun, dengan adanya inovasi ini, waktu yang diperlukan berhasil dipangkas hingga menjadi lima hari kerja.
“Inovasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa nasabah tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan kembali simpanan mereka. Tim LPS bekerja dengan cepat dan efisien sehingga proses pembayaran klaim bisa dimulai rata-rata dalam waktu lima hari kerja setelah pencabutan izin,” ujar Didik dalam keterangannya pada Senin (13/5/2024).
Percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah ini menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan nasabah terhadap LPS maupun industri perbankan nasional. Di sisi lain, kebijakan ini mempermudah masyarakat dalam mengakses dana mereka di bank, meskipun bank dalam proses likuidasi.
Inovasi kedua yang diterapkan oleh LPS adalah intervensi dini dalam penanganan bank. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS kini memiliki kewenangan lebih luas dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut memburuk. Dengan undang-undang ini, LPS tidak lagi hanya berperan sebagai paybox dan loss minimizer, melainkan juga berfungsi sebagai risk minimizer. LPS kini dapat melakukan pemantauan (surveillance) dan intervensi dini terhadap bank yang menunjukkan tanda-tanda masalah, sebelum bank tersebut harus dilikuidasi.
Didik Madiyono menjelaskan bahwa LPS memiliki berbagai opsi untuk menangani bank sebelum izin usahanya dicabut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah penjualan bank atau aset-asetnya kepada investor. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengadakan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank yang sedang dalam penanganan.
“Kami telah menerapkan strategi ini dalam beberapa kasus BPR yang berada dalam pengawasan LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR),” ungkapnya.
Inovasi ini membawa tantangan baru bagi LPS dalam hal meningkatkan kapasitas dan keterampilan pegawai. Kemampuan pemasaran menjadi kunci dalam upaya penjualan bank atau aset bank kepada calon investor. Namun, Didik menegaskan bahwa seluruh proses ini tetap dilakukan dengan memperhatikan prinsip tata kelola yang baik.
“Kami berupaya untuk tetap menjalankan tugas kami dengan integritas tinggi dan transparansi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap LPS dan sistem perbankan tetap terjaga,” tambahnya.
Di tengah tantangan dan perubahan yang dihadapi oleh industri perbankan, LPS terus berinovasi untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar. Langkah-langkah strategis yang diambil tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah ketika krisis terjadi, tetapi juga pada pencegahan dini untuk menjaga agar sistem keuangan tetap stabil.