BeritaPerbankan – Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia, yang hanya tersisa 47,85 juta jiwa. Angka ini turun dibandingkan tahun 2023, di mana kelas menengah mencapai 48,27 juta jiwa. Bahkan penurunan ini lebih drastis, jika dibandingkan dengan data pada tahun 2019, di mana jumlah kelas menengah berada di kisaran 57,33 juta jiwa. Ini artinya dalam kurun waktu lima tahun, Indonesia kehilangan sekitar 9,48 juta masyarakat kelas menengah.
Fenomena ini menjadi perhatian utama berbagai pihak, termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai institusi yang bertugas menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia, LPS turut mengamati dampak dari penurunan kelas menengah ini terhadap stabilitas perekonomian nasional.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan pentingnya mengidentifikasi kelemahan dalam sistem perekonomian untuk memahami penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai landasan dalam menetapkan strategi dan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kita perlu melakukan asesmen terhadap kelemahan yang ada. Setelah kita tahu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi, stabilitas bisa dijaga, dan kita bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik ke depannya,” ujar Purbaya dalam acara Bloomberg CEO Forum di Jakarta pada awal September 2024.
Menurut Purbaya, ada tiga elemen penting yang perlu diperkuat untuk mendorong perekonomian: peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), optimalisasi kemajuan teknologi, dan sinergi yang lebih efektif antara para pemangku kepentingan. Ketiga faktor ini dianggap sebagai fondasi penting dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir terlihat melambat.
Salah satu langkah yang diambil oleh LPS dalam menghadapi situasi ekonomi yang tidak stabil adalah memperkenalkan peran dan fungsinya sebagai lembaga penjamin simpanan kepada masyarakat luas. Kehadiran LPS bertujuan untuk menjaga ketenangan publik dengan memastikan bahwa simpanan mereka di bank terlindungi. LPS menyatakan, jika kepercayaan masyarakat terhadap keamanan simpanan di bank terjaga, maka gejolak keuangan yang kecil tidak akan memicu kepanikan besar.
Dalam laporan terbaru LPS, disebutkan bahwa 99,9% dari total 578,5 juta rekening di Indonesia telah dijamin oleh LPS, dengan nilai simpanan maksimal yang dijamin mencapai Rp2 miliar per nasabah. Ini artinya hampir seluruh nasabah perbankan merasa aman karena simpanan mereka dilindungi. Hanya sekitar 0,1% rekening yang dijamin sebagian, namun itu pun masih dalam batas toleransi yang diatur LPS.
“Tugas utama kami adalah memastikan masyarakat memahami fungsi LPS, sehingga mereka tidak panik dan menarik simpanan mereka ketika ada sedikit guncangan dalam perekonomian,” tambahnya.
Meskipun jumlah kelas menengah menurun, data perbankan menunjukkan bahwa jumlah simpanan di Bank Umum (BU) tetap mengalami kenaikan. Berdasarkan laporan Bank Umum Terintegrasi yang dihimpun dari 106 bank di Indonesia, total nominal simpanan pada Mei 2024 mencapai Rp8.757 triliun, naik 0,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Data ini mencakup dana pihak ketiga serta simpanan dari bank lain, namun tidak termasuk simpanan di kantor cabang bank yang beroperasi di luar negeri.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan ekonomi, sektor perbankan masih mampu menjaga likuiditas yang cukup. Hal ini juga memperkuat peran LPS dalam memastikan bahwa simpanan nasabah tetap aman, yang pada gilirannya membantu menjaga stabilitas sistem perbankan nasional.
Kehilangan hampir 10 juta masyarakat kelas menengah dalam lima tahun terakhir menjadi sinyal bahwa ada masalah struktural dalam ekonomi Indonesia. Purbaya menambahkan, dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah dan pihak terkait perlu memperkuat kolaborasi untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah.