BeritaPerbankan – Kondisi global memicu ketidakpastian di sektor ekonomi dan keuangan. Invasi Rusia terhadap Ukraina, salah satunya, menyebabkan harga komoditas energi dan pangan melambung tinggi.
Kondisi tersebut yang kemudian mendorong naiknya laju inflasi di sejumlah negara, termasuk negara adidaya Amerika Serikat. Konsekuensinya sejumlah bank sentral di banyak negara harus menaikkan suku bunga acuan untuk meredam gejolak ekonomi dalam negeri.
Negara-negara ASEAN pun berlomba-lomba menaikkan suku bunga acuan bank sentral sebagai respon terhadap kondisi global kekinian.
Menurut data Trading Economics pada Oktober 2022, bank sentral Myanmar telah menaikkan suku bunga acuan ke level 7 persen, yang mana merupakan tingkat suku bunga acuan bank sentral tertinggi di kawasan negara-negara ASEAN.
Di posisi kedua Laos. Negara dengan mata uang Kip tersebut masuk dalam jajaran negara dengan suku bunga acuan bank sentral tertinggi kedua di ASEAN. Pada Oktober 2022 suku bunga acuan sudah merangkak naik ke level 6,5 persen.
Bank Negara Vietnam (bank sentral Vietnam) menempati peringkat ketiga dengan suku bunga acuan sebesar 6 persen.
Selanjutnya negara ASEAN berpenduduk 441 ribu jiwa, Brunei Darussalam tercatat menetapkan suku bunga acuan bank sentral di level 5,5 persen.
Indonesia menempati posisi kelima dengan suku bunga acuan, yang baru saja dinaikkan Bank Indonesia (BI), yaitu 5,25 persen. Kenaikan suku bunga acuan BI telah dilakukan sejak bulan Agustus 2022, yang mana merupakan pertama kalinya sejak pandemi covid-19 BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan.
Peringkat selanjutnya diisi oleh Filipina dengan suku bunga acuan bank sentral 5 persen, Malaysia 2,75 persen, Singapura 2,65 persen dan Thailand 1 persen.
Kenaikan suku bunga acuan dilakukan, salah satunya untuk menekan laju inflasi dalam negeri serta mengelola likuiditas atau peredaran uang di dalam dan di luar negeri.
Kebijakan bank sentral menaikkan suku bunga acuan akan diikuti oleh penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit perbankan secara bertahap.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat kenaikan suku bunga simpanan valuta asing diprediksi akan terjadi lebih cepat dibandingkan simpanan rupiah karena didorong oleh kenaikan suku bunga offshore.
“Meski demikian, kondisi likuiditas bank diperkirakan masih akan terjaga di tengah meningkatnya kebutuhan bank untuk menyalurkan kredit serta memenuhi ketentuan kebijakan likuiditas Bank Indonesia [BI],” tulis laporan LPS.