BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) optimis kondisi likuiditas perbankan nasional akan semakin longgar menyusul langkah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuannya pada Mei 2025. Penurunan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen diyakini akan mempercepat transmisi kebijakan moneter ke sektor keuangan, terlebih dengan dukungan penyesuaian kebijakan LPS.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa pelonggaran likuiditas menjadi sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/6), ia menjelaskan bahwa tekanan terhadap likuiditas yang sempat terjadi hingga akhir 2024 kini mulai mereda.
“Dengan turunnya suku bunga acuan dan penyesuaian kebijakan LPS, saya melihat likuiditas perbankan akan semakin sehat. Apalagi, pemerintah juga mempercepat belanja, termasuk ke daerah,” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap arah kebijakan BI, LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan (TBP) periode reguler II tahun 2025 dengan penyesuaian pada suku bunga simpanan dalam negeri.
Rinciannya sebagai berikut:
-
TBP simpanan rupiah di bank umum: 4,00%
-
TBP simpanan rupiah di BPR/S: 6,50%
-
TBP simpanan valas di bank umum: tetap di 2,25%
Purbaya menegaskan bahwa penyesuaian ini bertujuan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter agar berjalan lancar dari sisi bunga ke sistem keuangan. Ia menekankan pentingnya menjaga cost of capital tetap kompetitif agar kredit tidak membebani dunia usaha.
“Selama ini kami menjaga tingkat bunga penjaminan di level optimal. Itu artinya, perbankan bisa memperoleh biaya modal yang lebih rendah, sehingga bunga kredit juga bisa lebih ringan,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik LPS, Dwityapoetra S. Besar, turut menjelaskan bahwa sinyal pelonggaran moneter sudah mulai terasa di pasar uang dan surat berharga. Beberapa indikator kunci menunjukkan tren penurunan suku bunga, diantaranya PUAB overnight mulai melandai, suku bunga SRBI turun dari 7,27% ke 6,47% dan yield SBN menurun dari 6,98% menjadi 6,81%.
Menurut Poetra, penurunan ini akan berdampak positif pada biaya dana (cost of fund) perbankan yang selama ini cukup tinggi. Seiring dengan itu, persaingan bunga antar bank juga diperkirakan akan lebih kompetitif.
Meski sempat berada dalam kondisi mengkhawatirkan pada akhir 2024, likuiditas perbankan kini menunjukkan tren positif. Data LPS mencatat uang primer (M0) tumbuh dua digit sejak awal 2025. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 4,55 persen secara tahunan per April 2025, ditopang oleh pertumbuhan giro dan tabungan masing-masing sebesar 6,02 persen dan 6,05 persen.
Dari sisi rasio likuiditas, kondisi perbankan masih sangat sehat, rasio AL/NCD mencapai 111,32% (di atas ambang batas minimum 50%) dan rasio AL/DPK sebesar 25,23% (threshold: 10%).
LPS menjelaskan bahwa meskipun likuiditas membaik, suku bunga pasar simpanan masih bergerak dalam rentang yang relatif sempit. LPS mencatat bahwa suku bunga pasar simpanan rupiah (SBP) naik 3 bps ke 3,56% pada Mei 2025 dibandingkan Januari 2025. Sementara itu,SBP simpanan valas naik 11 bps menjadi 2,17%.
Dengan sinergi antara kebijakan Bank Indonesia dan penyesuaian strategi LPS, arah perekonomian Indonesia ke depan diproyeksikan tetap stabil. Terlebih, menurut Purbaya, LPS kini lebih siap menghadapi potensi risiko global, termasuk eskalasi perang dagang.
“Kami telah menyiapkan sistem, dana cadangan, dan pengelolaan bunga penjaminan yang adaptif. Jika gejolak global memburuk, Indonesia jauh lebih siap dibanding sebelumnya,” tutupnya.