Berita Perbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa memastikan realisasi program penyertaan modal LPS kepada ‘bank sakit’ akan dilakukan secara hati-hati dengan syarat dan ketentuan tertentu yang telah diatur.
Purbaya mengatakan sebelum LPS menempatkan dana di bank tersebut, LPS akan terlebih dulu melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menentukan kelayakan bank tersebut dalam menerima penyertaan modal dari LPS.
Purbaya menegaskan keputusan pemberian modal kepada ‘bank sakit’ akan merujuk pada rekomendasi yang dikeluarkan OJK. Untuk memperoleh pendanaan dari LPS bank harus mengajukan permohonan penyertaan modal kepada OJK. Selanjutnya jika OJK menilai bank tersebut layak menerima penyertaan modal, maka OJK akan memberikan rekomendasi kepada LPS untuk ditindaklanjuti.
“Mekanismenya, banknya akan minta ke OJK. Jadi bukan kita yang nentuin ya, nanti OJK mempelajari,” katanya.
Setelah OJK mengeluarkan surat rekomendasi kelayakan bank menerima penyertaan modal, LPS akan mempelajari lebih lanjut dan menilai apakah dana yang nantinya akan diberikan kepada bank tersebut akan secara signifikan berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi nasional atau tidak.
“Abis itu ke kita, kita pelajarin. Kalau kita lihat patut dan emang penting buat stabilitas ekonomi kita akan taruh uangnya di situ. Jadi keputusan bukan dari LPS sendiri, dari bank ke OJK baru ke LPS,” jelas Purbaya.
Purbaya menegaskan LPS tidak akan sembarangan menempatkan uang di suatu bank. Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk memperoleh penyertaan modal dari LPS.
LPS bersama OJK akan menetapkan ketentuan kriteria bank sakit yang layak diberikan bantuan modal. Purbaya mengatakan bank tersebut tidak boleh memiliki akses ke Pinjaman Lunak Jangka Pendek (PLJP) dari Bank Indonesia (BI).
Bank yang mengajukan permohonan penyertaan modal harus memiliki aset yang akan dijadikan agunan, yang nantinya menjadi pertimbangan OJK dalam menentukan kelayakan bank sakit penerima penyertaan modal.
Syarat dan ketentuan yang diberlakukan tersebut bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap LPS dan industri perbankan dan mencegah terjadinya moral hazzard.
“Tapi utamanya adalah jangan sampai sistem finansialnya kehilangan kepercayaan orang atau banyak dilihat orang karena dia enggak punya dana, padahal dia punya aset jangka panjang yang enggak bisa dikasihin dalam jangka pendek. Itu dia [peraturan ini diterapkan] supaya sistemnya engga keganggu likuiditasnya,” jelas Purbaya.
Seperti diketahui, penempatan dana LPS di ‘bank sakit’ sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020.
Penyertaan modal untuk bank yang mengalami kesulitan keuangan merupakan bagian dari upaya LPS mengantisipasi bertambahnya jumlah bank gagal. Sebagaimana diketahui tugas LPS tidak hanya terbatas pada penjaminan simpanan nasabah perbankan dan melakukan likuidasi pada bank yang ditutup izin usahanya, namun juga LPS bertugas melakukan resolusi bank dan menangani bank gagal.
LPS akan mengupayakan penyelamatan bank yang dinilai masih memiliki potensi untuk sehat kembali, salah satunya dengan penyertaan modal, sehingga bank tersebut tidak perlu ditutup dan nasabah juga tidak dirugikan.
Dalam penanganan bank gagal, baik yang bersifat sistemik maupun tidak, LPS akan melakukan analisis untuk menentukan apakah bank tersebut akan diselamatkan atau tidak. Apabila biaya penyelamatan bank jauh lebih tinggi daripada melikuidasinya, maka tindakan yang diambil adalah mencabut izin usaha bank tersebut, kemudian melikuidasinya dan LPS bertanggung jawab atas pembayaran klaim simpanan masyarakat sesuai dengan syarat ketentuan yang berlaku.