BeritaPerbankan – Kehadiran lembaga penjamin polis sudah dinantikan sejak lama oleh pelaku industri asuransi dan masyarakat. Penantian panjang itu nampaknya akan segera berakhir dengan ditunjuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penyelenggara penjaminan polis asuransi.
Pembentukan lembaga penjamin polis di tengah kondisi beberapa perusahaan asuransi yang gagal membayar klaim polis asuransi nasabah menjadi tantangan utama bagi LPS.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama BRI Life, Iwan Pasila. Menurutnya Lembaga Penjamin polis harus memastikan tidak ada moral hazard bagi para pelaku industri asuransi karena produk asuransi dijamin LPS. Selain itu Iwan berharap besaran premi tidak terlalu membebani perusahaan terlebih di tengah upaya pemulihan ekonomi.
“Memang ada concern bagaimana memastikan bahwa tidak ada moral hazard dari pelaku hanya karena sudah ada jaminan. Disamping itu juga perlu dipastikan mekanisme pengenaan premi yang fair agar perusahaan tidak dibebani dengan premi yang terlalu berat mengingat kondisi saat ini yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi karena pandemi,” ungkap Iwan.
Dalam Draft RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK ) atau Omnibus Law Keuangan disebutkan bahwa LPS ditunjuk sebagai penyelenggara penjaminan polis. Kewenangan LPS diantaranya menentukan besaran iuran atau premi di awal dan iuran berkala, mekanisme pembayaran premi dan proses klaim penjaminan polis.
LPS juga memiliki kewenangan dalam penatausahaan dan pengelolaan atas aset program penyelenggaraan polis dengan memisahkan pencatatan aset penjaminan.
Asosiasi Asuransi Jiwa (AAJI) menyarankan besaran premi disesuaikan dengan tingkat risiko setiap produk asuransi. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu juga meminta persyaratan-persyaratan yang lebih ketat bagi perusahaan yang akan menjadi anggota program penjaminan. Misalnya perusahaan harus memenuhi syarat mencetak profit risk based capital (RBC) nya di atas 120% dalam tiga tahun berturut-turut.
“Iurannya berdasarkan risiko perusahaan tersebut, kalau perusahaan itu punya produk yang berisiko tinggi, maka iurannya lebih mahal,” kata Togar
Hal itu penting agar perusahaan asuransi terdorong untuk memperbaiki tata kelola perusahaan yang baik serta meminimalisir tingkat risiko agar dapat menjadi peserta penjaminan polis.
“Perlu diperjelas bahwa penjamin polis ini adalah untuk perusahaan yang sudah di pailitkan (ditutup) oleh OJK. Sama seperti fungsi LPS saat ini untuk nasabah perbankan yang bank nya sudah pailit,” jelas Togar.