BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki peran penting dalam mejaga stabilitas sistem keuangan nasional, khususnya di sektor keuangan perbankan. Salah satu program LPS yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adalah program penjaminan simpanan, di mana LPS menjamin dana nasabah hingga Rp 2 miliar dalam kondisi bank mengalami kebangkrutan.
Sejak beroperasi pada tahun 2005 hingga 2024, LPS telah berhasil menangani lebih dari 136 bank gagal, yang harus dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Tidak hanya sekedar bertindak sebagai penjamin, LPS kini juga berperan aktif dalam memastikan keberlangsungan operasi perbankan di tanah air. Dalam menjalankan perannya, LPS melakukan berbagai upaya, termasuk penegakan hukum dan sosialisasi untuk memastikan bahwa proses resolusi bank berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Salah satu langkah nyata yang dilakukan LPS adalah dengan mengadakan sosialisasi dan Focus Group Discussion (FGD) di Surabaya pada tanggal 14 Agustus 2024, bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Wilayah Jawa Timur. Dalam acara ini, berbagai langkah dan strategi yang telah dilakukan LPS dalam menangani kegagalan bank serta mempersiapkan potensi krisis perbankan di masa mendatang, dibahas secara mendalam.
Direktur Eksekutif Hukum LPS, Dr. Ary Zulfikar, SH, MH, menjelaskan bahwa aspek hukum menjadi salah satu komponen penting dalam proses penyelesaian bank. Terlebih lagi dengan tanggung jawab tambahan yang diamanatkan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), LPS kini terlibat dalam tiga tahapan penanganan bank yang bermasalah: Bank Dalam Pengawasan Normal, Bank Dalam Penyehatan, dan Bank Dalam Resolusi. LPS mengambil peran aktif saat bank memasuki masa penyelesaian, yang sering kali melibatkan berbagai penegakan hukum akibat terjadinya penyelewengan atau penipuan di sektor perbankan.
Ary menyoroti salah satu contoh penanganan yang dilakukan LPS, yakni kasus likuidasi BPR Citraloka Dana Mandiri. Dalam kasus ini, dua mantan pengurus terbukti melakukan tindakan melawan hukum yang merugikan bank hingga Rp 53 miliar. Akibatnya, pengadilan memutuskan untuk mempailitkan mereka dan menyita harta pribadi sebagai upaya menutupi kerugian tersebut.
“Penting bagi LPS untuk mengakuisisi aset dan mengidentifikasi penyebab kerugian, karena tidak semua dana nasabah dapat dikembalikan hanya dengan menggunakan aset LPS,” ujar Ary.
Ary mengungkapkan bahwa dalam proses pembayaran klaim nasabah simpanan, LPS mencatat masih terdapat sejumlah nasabah simpanan yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam program penjaminan simpanan.
Dengan dana yang terkumpul dari premi yang dibayarkan oleh bank, yang pada bulan April 2024 telah mencapai Rp 224 triliun, LPS hanya dapat menyalurkan dana tersebut kepada nasabah yang memenuhi kriteria 3T: simpanan yang tercatat di bank, tidak menerima bunga di atas tingkat yang dijaminkan, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank.
Namun, ada beberapa kasus di mana nasabah tidak memenuhi syarat tersebut, salah satunya akibat nasabah yang tergiur dengan bunga simpanan tinggi yang melebihi batas maksimal bunga yang dijamin LPS. Bagi nasabah yang tidak memenuhi kriteria ini, satu-satunya solusi adalah menunggu hasil pencairan aset-aset yang tersisa atau likuidasi bank, yang mana memerlukan pendekatan hukum untuk mempercepat proses penjualan aset.
Sementara itu, jika nasabah simpanan masuk dalam kriteria penjaminan LPS, dana nasabah dapat dicairkan tanpa perlu menunggu proses likuidasi aset-aset bank. Proses ini memakan waktu yang cukup singkat, mulai dari 5 hari kerja hingga 90 hari kerja, terhitung sejak bank dicabut izin usahanya.
LPS mewajibkan bank untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada nasabah mengenai tingkat bunga yang dijamin. Kegagalan bank dalam memberikan informasi ini dapat berakhir pada tindakan hukum, karena dianggap sebagai kelalaian.
“Penting bagi nasabah untuk memahami bahwa memilih suku bunga terjamin adalah langkah paling aman. Meskipun bunga tinggi sering kali menarik, dana nasabah hanya akan dijamin jika memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan,” tegas Ary.
Selain fokus pada penjaminan simpanan, LPS juga menjalankan upaya hukum yang tegas terhadap mantan pengurus bank yang bertanggung jawab atas kegagalan bank. Bekerja sama dengan aparat penegak hukum, seperti Jaksa Pengacara Negara dan Tim Jaksa Penuntut Umum (Datun), penting dilakukan untuk menangani kasus tindak kejahatan perbankan ini.
Beberapa kasus yang menjadi perhatian LPS antara lain gugatan perdata terhadap mantan pengurus dan pemegang saham BPR Tri Panca Setiadana di Lampung, serta gugatan PKPU dan kepailitan terhadap mantan pengurus BPR Citra Loka Dana Mandiri di Jakarta.
Hermanto, SH, MH, Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, menekankan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan sangat bergantung pada lembaga penjamin simpanan yang dapat dipercaya. Kepastian hukum yang dijamin oleh LPS, menurutnya, menjadi fondasi kuat dalam menjaga kesehatan perbankan nasional.
Senada dengan Hermanto, Basuki Sukardjono, SH, MH, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, menambahkan bahwa sosialisasi tentang peran dan fungsi LPS kepada masyarakat harus terus diperkuat.
“Kehadiran LPS nasional memberikan rasa aman bagi nasabah, dan ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan,” jelas Basuki.
Melalui peningkatan kemampuan dan berbagai langkah strategi, LPS terus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan masa depan. Sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga melibatkan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPS berkomitmen untuk tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga stabilitas keuangan nasional.
Dengan strategi yang terarah dan komitmen yang kuat, LPS tidak hanya menjalankan fungsi penjaminan, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kehausan sistem keuangan Indonesia.