BeritaPerbankan – Negeri Ratu Elizabeth, Inggris tengah menghadapi badai krisis energi yang cukup parah pada bulan September 2021. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga gas bumi yang melambung tinggi. Harga gas bumi di Eropa naik sebanyak 250% sejak januari 2021.
Kenaikan harga gas bumi di Eropa tersebut menyebabkan mahalnya tarif listrik, kelangkaan bahan makanan dan pemadaman listrik di beberapa wilayah di Inggris.
Permintaan yang tinggi menjelang musim dingin serta dibukanya kembali keran perdagangan pasca penguncian wilayah akibat pandemi Covid-19, menjadi salah satu penyebab naiknya harga gas di Eropa yang berdampak pada krisis energi di Inggris.
Produsen gas milik Amerika serikat berhenti beroperasi sehingga pasokan gas berkurang. Hal itu diduga akibat aturan pembatasan pasar karbon di Uni Eropa.
Sementara itu, pembangkit listrik tenaga angin tidak bisa bekerja secara maksimal saat musim dingin. Rentetan penyebab mahal dan langkanya gas di Inggris berimbas pada tingginya tagihan listrik warga Inggris yakni sebesar 475 pound atau sekitar Rp 9,3 juta. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar di Eropa.
Para pemilik usaha pun mengeluhkan tingginya tarif listrik yang harus mereka bayar. Bahkan industri energinya pun terancam bangkrut akibat tingginya ongkos produksi. Terlebih Inggris banyak mengimpor listrik dari Prancis.
Menteri Bisnis Kwasi Kwarteng berencana memberikan pinjaman (bailout) kepada perusahaan pemasok listrik Perdana Menteri (PM) Boris Johnson mengatakan, krisis energi ini hanya akan berlangsung sebentar. Johnson memastikan akan menetapkan batas maksimal tarif yang dibebankan kepada pelanggan. Harga akan dievaluasi setiap enam bulan sekali.
Kelangkaan Bahan Bakar dan Bahan Makanan
Krisis energi mengancam ketersediaan pasokan bahan makanan. Kelangkaan CO2 yang biasa digunakan untuk penyembelihan babi serta sistem pendingin makanan untuk mengawetkan makanan seperti daging, bisa mengancam kelangkaan bahan makanan.
Kepala Eksekutif Asosiasi Pengelola Daging di Inggris mengatakan jika krisis energi ini terus berlangsung dalam beberapa hari ini, kemungkinan dua minggu lagi tidak akan lagi daging babi dan unggas di rak-rak supermarket.
Perusahaan penyuplai makanan Bernard Matthews dan 2 Sisters Food Group khawatir pasokan kalkun untuk Natal juga bakal terancam. Padahal daging kalkun adalah salah satu bahan makanan penting saat perayaan Natal di Inggris.
Salah satu perusahaan migas yang mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar mengungkapkan fakta tentang kelangkaan BBM di beberapa stasiun pengisian BBM.
Pada minggu (26/9) terjadi panic buying akibat ketidapastian stok BBM di pasaran. British Petroleum (BP) mengumumkan bahwa sekitar 30% jaringan pengisian BBM sudah tidak memiliki stok BBM kelas utama.
Kelangkaan BBM yang dibarengi dengan turunnya stok bahan pangan makin diperparah dengan rantai distribusi yang terkendala akibat kurangnya jumlah supir truk pengantar BBM.
Dampak dari kelangkaan BBM di Inggris dapat dilihat dari antrean mobil berjam-jam di stasiun pengisian BBM mengular selama tiga hari.
Kenapa Inggris Bisa Terkena Krisis Energi
Inggris merupakan salah satu negara yang menginisiasi penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang diklaim lebih ramah lingkungan. Selama hampir 400 tahun Inggris menggunakan batubara sebagai sumber energi listrik sejak era revolusi industri, Inggris ingin memutus ketergantungan terhadap energi fosil/batubara.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, Inggris dan negara-negara eropa tidak bisa mengandalkan EBT sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayahnya. Produksi EBT masih belum masif, sehingga rentan terhadap kenaikan harga akibat permintaan yang melonjak terutama jelang musim dingin, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri.
Hari ini saja, Inggris harus merasakan naiknya harga gas sebanyak 250%. Komaidi meyakini hingga sekarang, batubara masih mendominasi sebagai sumber pembangkit listrik.
Apa yang terjadi di Inggris harus menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Migrasi penggunaan batubara ke EBT memerlukan transisi yang tidak mudah. Jumlah pasokan EBT yang belum sepadan dengan kebutuhan listrik masyarakat harus tetap diantisipasi dengan penggunaan listrik bersumber dari batubara.
Energi terbarukan tetap harus dikembangkan karena EBT menjadi masa depan keberlangsungan energi di dunia. Komaidi mengingatkan pemerintah untuk tetap realistis menggunakan energi yang murah, sepanjang EBT belum siap dan kompetitif, sebaiknya jangan memaksakan diri.
Untuk sekarang ini, EBT dapat digunakan sebagai pelengkap bukan pengganti. EBT masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan jumlah produksinya. Pada saatnya nanti, EBT bisa menjadi pengganti energi fosil.