BeritaPerbankan – Perusahaan asing besar yang ingin memperoleh insentif tax holiday atau pembebasan pajak di Indonesia tetap akan dikenai pajak minimum sebesar 15%, sesuai dengan penerapan Global Minimum Tax (GMT) yang didukung oleh Indonesia.
Prinsip GMT ini diperkenalkan oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) melalui aturan Global Anti-Base Erosion Model Rules (GloBE Rules), yang menetapkan pajak minimum 15%. Indonesia berkomitmen menerapkan aturan ini untuk memenuhi syarat bergabung dengan OECD.
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan, menyatakan bahwa penerapan tax holiday dapat berjalan berdampingan dengan GMT. “Berdasarkan PMK 69/2024, Wajib Pajak dapat mengajukan insentif tax holiday hingga 31 Desember 2025,” jelas Ferry pada Rabu (6/11/2024).
Namun, bagi Wajib Pajak, seperti perusahaan Multi Nasional (MNE) dengan omzet sebesar EUR 750 juta atau lebih, yang termasuk dalam GloBE Rules, akan dianggap sebagai Low Taxed Constituent Entity (LTCE) oleh OECD. Oleh karena itu, pemerintah harus memberlakukan tambahan pajak penghasilan (PPh) atau top-up tax agar memenuhi standar GMT sebesar 15%.
“Perusahaan yang memanfaatkan fasilitas tax holiday tetap akan tunduk pada penerapan GMT. Penentuan negara yang berhak mengenakan top-up tax pada LTCE diatur sesuai GloBE Rules dan regulasi masing-masing negara,” kata Ferry.
Untuk menghindari risiko top-up tax yang dikenakan di luar negeri, Pasal 15A dalam PMK 69/2024 mengatur agar Indonesia memiliki hak mengenakan top-up tax bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan tax holiday. Pemerintah juga sedang merumuskan aturan GMT lebih lanjut, termasuk Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax (QDMTT), yang memungkinkan Indonesia mengenakan top-up tax terlebih dahulu sebelum negara lain.
“Jika MNE yang masuk dalam cakupan dikenakan tarif pajak kurang dari 15% (misalnya mendapat tax holiday), maka akan dikenakan top-up tax hingga mencapai standar GMT sebesar 15%,” jelas Ferry.