BeritaPerbankan – Berdasarakan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pada 8 Desember 2022, terdapat tambahan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dalam Undang-undang No.24/2004 tentang LPS, disebutkan bahwa LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Namun merujuk pada naskah RUU PPSK terbaru, LPS memiliki tiga fungsi tambahan yaitu menjamin polis asuransi, melakukan resolusi bank dan menyelesaikan permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketiga fungsi baru LPS tersebut telah disepakati oleh Komisi XI DPR RI dan Pemerintah dalam draft RUU PPSK yang rencana akan dibahas pada tahun 2023 mendatang.
Perluasan tugas LPS menjamin polis asuransi tertuang dalam pasal 5 ayat (2) yang berbunyi ‘Dalam menjamin polis asuransi, LPS bertugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan program penjaminan polis’.
Setelah disahkan menjadi undang-undang LPS akan menetapkan dan memungut premi penjaminan dan iuran berkala polisi asuransi, menetapkan dan memungut iuran awal saat perusahaan asuransi menjadi peserta program penjaminan polis LPS.
Terkait dengan fungsi LPS menyelesaikan permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK, LPS akan merumuskan, menetapkan dan melaksanakan likudiasi terhadap perusahaan asuransi tersebut.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya LPS memiliki kewenangan untuk mendapatkan data pemegang polis tertanggung dan peserta asuransi, data kesehatan perusahaan asuransi, laporan keuangan perusahaan dan laporan hasil pemeriksaan asuransi.
Selanjutnya LPS akan melakukan proses rekonsiliasi dan verifikasi terhadap data dan laporan tersebut untuk menentukan pembayaran klaim penjaminan polis.
Nantinya LPS juga akan menetapkan perihal syarat, tata cara dan ketentuan klaim penjaminan polis asuransi. Dalam pelaksanaan proses rekonsiliasi dan verifikasi LPS dapat menunjuk pihak lain untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut.
“LPS berwenang menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tuga tertentu,” jelas bunyi bleid Pasal 6 ayat (1) huruf h.
Dalam pelaksanaan penyelesaian perusahaan asuransi yang bermasalah, LPS dapat melakukan pemeriksaan baik dengan OJK maupun secara mandiri.
Saat perusahaan asuransi dilikuidasi, LPS berwenang melakukan pengalihan portofolio pertanggungan, pembayaran klaim penjaminan dan pengembalian premi atau kontribusi yang belum berjalan.
Merespon fungsi baru LPS dalam RUU PPSK tersebut, LPS mengatakan siap menjalankan amanat undang-undang yang berlaku.
Terkait program penjaminan polis asuransi LPS pernah mengatakan lembaganya memerlukan waktu untuk mempersiapkan pelaksanaan program penjaminan polis paling lambat lima tahun sejak undang-undang PPSK disahkan.
LPS menginginkan kondisi perasuransian di Indonesia harus disehatkan terlebih dahulu sebelum program penjaminan polis direalisasikan.
Perkiraan waktu persiapan LPS untuk melaksanakan penjaminan polis dapat dilakukan lebih cepat jika kinerja perusahaan asuransi terus membaik.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa berharap LPS hanya menjamin polis asuransi perusahaan yang sehat secara finansial.
“Kami mau masa tenggang yang cukup untuk menyiapkannya. Saya bilang, 5 tahun siaplah untuk menjamin polis asuransi dan menyiapkan industri asuransi untuk memenuhi syarat penjaminan,” terangnya.
Purbaya optimis program penjaminan polis akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat menurun akibat kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.
“Saya pikir, kalau ada program penjaminan ini, industri asuransi akan tumbuh dengan baik dan masyarakat bisa tenang karena uangnya akan lebih dijamin (oleh LPS),” jelasnya.