BeritaPerbankan – Fenomena permintaan tip dari pelanggan kini semakin marak di berbagai lini usaha di tingkat global. Fenomena ini bahkan memiliki istilah khusus, yaitu “tipflasi”. Istilah “tipflasi” diperkenalkan oleh seorang pakar etika bernama Thomas Farley, yang juga dikenal sebagai Mr. Manners.
Tipflasi mengacu pada semakin banyaknya usaha seperti restoran, taksi, hingga kafe yang mendorong pelanggan untuk memberikan tip, mirip dengan kenaikan harga barang selama inflasi.
Farley menjelaskan bahwa di tengah kondisi inflasi yang tinggi, banyak bisnis terlihat seolah memaksa pelanggan untuk membayar tip dengan pertanyaan seperti, “Seberapa banyak Anda ingin memberi tip?” Hal ini, menurutnya, menimbulkan kesan seperti paksaan. Pelanggan bahkan sering bertanya-tanya mengapa perusahaan tidak meningkatkan upah karyawan mereka daripada mengandalkan tip.
Namun, Farley juga menekankan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu khawatir. Sebaliknya, fenomena ini bisa menjadi kesempatan untuk memahami situasi mana yang pantas diberi tip dan mana yang tidak. Berikut panduan dari Farley dan pakar etika lainnya untuk membantu masyarakat membuat keputusan yang tepat terkait pemberian tip:
1. Profesional Berupah Tetap
Farley menyarankan untuk tidak memberikan tip kepada pekerja yang sudah mendapatkan gaji tetap dari tempat kerja mereka, seperti dokter, pengacara, guru, tukang ledeng, atau teknisi kabel. Memberikan tip dalam situasi ini dianggap tidak lazim dan bahkan canggung.
2. Layanan di Konter
Pekerja seperti barista atau kasir biasanya sudah menerima gaji dari pekerjaan mereka. Oleh karena itu, tip tidak perlu diberikan, meskipun alat pembayaran seperti tablet menyuguhkan opsi untuk memberi tip. Namun, jika pekerja memberikan layanan ekstra, seperti mengingat pesanan pelanggan tetap, tip bisa saja diberikan.
3. Stoples Tip di Acara Terbuka
Di acara terbuka seperti di bar atau kafe, sering kali terdapat stoples tip. Namun, masyarakat tidak wajib memberi tip karena pemilik acara biasanya sudah mengatur pemberian tip kepada stafnya. Meskipun demikian, memberikan tip dapat meningkatkan kualitas layanan selama acara berlangsung.
4. Tip Ganda
Swann, pakar etika lainnya, mengingatkan untuk menghindari memberikan tip dua kali untuk layanan yang sama. Sebagai contoh, seorang pelanggan yang sudah memberi tip kepada pekerja di salon tidak perlu lagi memberi tip tambahan di konter pembayaran.
5. Layanan Buruk
Jika layanan yang diterima buruk, seperti di tempat cukur rambut atau restoran, pelanggan tidak diwajibkan memberikan tip. Untuk restoran, Swann menyarankan tetap memberi tip kepada pelayan jika masalahnya berasal dari dapur, bukan dari layanan langsung, namun besaran tip bisa dikurangi.
Dengan panduan ini, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam menentukan kapan dan kepada siapa memberikan tip.