Berita Perbankan – Jumlah aset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga pertengahan tahun 2023 tercatat mengalami pertumbuhan menjadi Rp 200 triliun. Pada akhir tahun 2022, LPS memiliki investasi senilai Rp180,47 triliun, yang keseluruhannya terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN).
Secara rinci, SBN dalam mata uang rupiah mencapai Rp178,51 triliun, dengan komposisi terdiri dari SBN konvensional sebesar Rp145,96 triliun (atau 80,88 persen) dan SBN Syariah sebesar Rp32,1 triliun (atau 18,12 persen).
Di samping itu, terdapat juga investasi dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dalam mata uang asing sebesar 116 juta dolar AS (atau setara dengan Rp1,8 triliun). Dimas Yuliharto, yang menjabat sebagai Sekretaris LPS, menyatakan bahwa jumlah cadangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan LPS dalam menangani industri perbankan agar menjadi lebih efisien.
Jumlah aset LPS yang terus meningkat setiap tahunnya juga menjadi modal kuat dalam membiayai klaim penjaminan simpanan nasabah perbankan. Masyarakat tidak perlu khawatir menabung di bank karena jika bank mengalami kebangkrutan, maka simpanan nasabah akan diganti LPS melalui program penjaminan simpanan.
“Aset kita cukup besar, lebih dari Rp200 triliun jumlahnya saat ini,” ucap Dimas.
Dimas menerangkan bahwa aset LPS, yang sebagian besar merupakan SBN, digunakan oleh Pemerintah untuk mendukung pembangunan proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, jembatan, serta proyek-proyek strategis lainnya.
“Kalau ditaruh di surat utang negara pasti sama Pemerintah buat diputar lagi untuk pembangunan,” ungkap Dimas.
Dengan kata lain, dana yang dimiliki oleh LPS tidak hanya disimpan saja, tetapi digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, termasuk proyek-proyek seperti pembangunan jalan tol dan infrastruktur lainnya di Indonesia.
LPS adalah sebuah lembaga yang berperan dalam mengamankan simpanan nasabah bank serta berperan aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai dengan wewenangnya.
LPS memberikan jaminan atas simpanan nasabah bank yang mencakup berbagai jenis seperti tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan jenis-jenis lain yang dianggap setara.
LPS menjamin simpanan nasabah perbankan dalam situasi bank dinyatakan gagal bayar atau dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan nilai penjaminan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.
Selama beroperasi sejak tahun 2005, LPS telah membayarkan klaim penjaminan sebanyak Rp 1,75 triliun kepada lebih dari 270 ribu nasabah bank yang dilikuidasi.
Syarat untuk mendapatkan penjaminan LPS terdiri dari simpanan nasabah wajib tercatat di pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan dan cashback yang melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak terlibat kredit macet atau penipuan yang merugikan bank.
Perlu diketahui bahwa LPS menjamin simpanan nasabah di seluruh bank yang beroperasi di wilayah Indonesia. Adapun pencairan klaim penjaminan simpanan akan merujuk pada hasil rekonsiliasi dan verifikasi yang dilakukan LPS sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Pencairan klaim penjaminan simpanan dilakukan LPS paling lambat selama 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK. Uang klaim penjaminan akan dibayarkan LPS melalui bank pembayar yang telah ditunjuk sebelumnya.