Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus mendorong seluruh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengadopsi digitalisasi perbankan agar mampu bertahan di tengah persaingan sektor perbankan dan perkembangan teknologi.
Transformasi teknologi telah mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk di sektor perbankan. Perubahan ini juga memberikan tantangan sekaligus peluang bagi industri perbankan, termasuk BPR. Untuk menjaga keberlanjutan sektor perbankan dan meningkatkan efisiensi operasional, LPS mengharapkan percepatan adopsi digitalisasi oleh seluruh BPR di Indonesia.
“LPS sebagai regulator dan juga otoritas mengharapkan digitalisasi akan diadopsi oleh seluruh BPR,” kata Direktur Group Penanganan Premi Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Rizka S Kurniawan.
Rizka mengatakan perkembangan teknologi yang semakin pesat menuntut industri perbankan untuk bergerak cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Transformasi digital di sektor perbankan mengubah pola perilaku nasabah yang kekinian menginginkan layanan perbankan yang serba cepat, mudah, efektif dan efisien.
LPS berharap BPR/BPRS mampu memenuhi ekspektasi masyarakat dengan menyediakan layanan perbankan yang berlangsung cepat bahkan bisa diakses hanya dengan sentuhan jari di ponsel pintar nasabah.
Selain itu digitalisasi BPR/BPR akan membuat layanan dan produk perbankan menjadi lebih terintegrasi dan bervariasi. Tantangan lainnya yaitu kecepatan bank dalam merespon kebutuhan nasabah juga perlu ditingkatkan. Dengan mengadopsi teknologi digital diharapkan pelayanan konsumen akan lebih cepat dan pada akhirnya menumbuhkan kepercayaan masayrakat terhadap BPR/BPRS.
Adopsi teknologi digital dalam operasional BPR bukan hanya sekedar upaya peningkatan efisiensi, tetapi juga untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di industri perbankan. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan signifikan dalam penggunaan layanan perbankan digital oleh masyarakat, yang mengharuskan BPR untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Dengan memanfaatkan teknologi seperti sistem pembayaran elektronik, internet banking, dan mobile banking, BPR dapat menyediakan akses keuangan yang lebih mudah dan cepat bagi masyarakat di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh bank konvensional.
LPS juga mendorong BPR untuk memperkuat infrastruktur teknologi mereka, termasuk keamanan data dan perlindungan privasi, agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat dalam menggunakan layanan perbankan digital.
Pakar teknologi informasi Richardus Eko Indrajit mengatakan untuk mengadopsi digital perbankan, BPR harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang handal dan melek perkembangan teknologi informasi.
Richardus menambahkan BPR harus mempunyai digital mindset yang menekankan pada efisiensi agar digitalisasi berjalan optimal dan meningkatkan produktifitas kinerja perusahaan.
Adopsi teknologi digital bukan hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga keharusan bagi BPR untuk tetap kompetitif dan relevan di era yang semakin digital ini. Dengan adopsi yang tepat, BPR dapat memperkuat posisi mereka dalam memberikan akses keuangan kepada masyarakat, meningkatkan efisiensi operasional, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara.
LPS menjamin simpanan nasabah di BPR/BPRS dengan total penjaminan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank, bagi nasabah bank yang ditutup izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Pastikan simpanan anda memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak menyebabkan bank merugi seperti kasus kredit macet.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga awal tahun 2023 jumlah BPR di tanah air mencapai 1.600 unit. OJK terus berupaya melakukan perampingan jumlah BPR dengan mendorong konsolidasi antara bank dan menutup bank yang bermasalah.
OJK menargetkan di tahun 2028 jumlah BPR bisa lebih ramping setidaknya menjadi 1.000 unit. Konsolidasi perlu dilakukan sebagai respon terhadap tuntutan perekonomian dan kebutuhan kebijakan.
“Kita sama-sama di OJK melihat jumlah BPR ini ada 1.600, dalam lima tahun ke depan, akan berkurang jadi 1.000 saja dengan konsolidasi, dan menutup BPR yang dianggap bermasalah,” tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.
Dian menambahkan OJK mendorong merger sejumlah bank yang dimiliki oleh orang yang sama dan bank-bank yang memiliki karakteristik yang khas menjadi satu entitas yang sama.