BeritaPerbankan – Ketua Bidang Pengkajian & Pengembangan Perbanas, Aviliani menyebutkan bank akan menaikkan bunga kredit dengan memperhatikan kemampuan serta risiko debitur sehingga kenaikannya tidak dilakukan dengan cepat mengingat kondisi ekonomi yang menantang ke depannya.
“Karena akan dilihat kalau debitur menaikkan suku bunga, lalu tidak bisa bayar, kan sebenarnya bank mengalami kerugian, jadi kredit macet,” kata Aviliani.
Aviliani menuturkan perbankan akan melihat masing-masing risiko debiturnya. Kemudian, bank akan melihat kemampuan debiturnya. Adapun soal leg atau transmisi kenaikan suku bunga acuan terhadap suku bunga dana, hal ini akan menunggu jatuh tempo deposito.
Oleh karena itu, Aviliani memperkirakan kenaikan suku bunga perbankan akan memiliki leg selama 1-2 bulan.
Secara keseluruhan, bank belum khawatir dengan kondisi debiturnya, tetapi bank sudah memperkirakan terkait dengan pelemahan nilai tukar. Pasalnya, pelemahan nilai tukar akan mempengaruhi biaya produksi perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi cashflow dan kecenderungan perusahaan akan mencoba mereduksi kreditnya.
Aviliani mengingatkan agar OJK memperhatikan perihal perpanjangan restrukturisasi. Perbankan sudah mulai memikirkan masalah restrukturisasi dalam kaitannya dengan kredit bermasalah. Pasalnya, jika aturan restrukturisasi dicabut, nonperforming loan akan meningkat secara otomatis.
Di tengah tren suku bunga tinggi, Aviliani menyarankan agar restrukturisasi yang akan diperpanjang ini dapat mempertimbangkan aspek khusus. “Arahnya restrukturisasi akan diberikan kembali tetapi by sector, by region. Tetapi melihat kondisi sekarang dengan suku bunga seperti ini perlu dipertimbangkan kembali tidak hanya by region, by sector, tetapi mulai dilihat mereka yang akan berdampak pada penganguran. Kemudian akan berdampak pada pinjaman mereka juga,” kata Aviliani.
Ini tentunya memerlukan koordinasi dan keputusan bersama OJK, LPS, BI dan pemerintah. “Itu yang bisa menyelamatkan debitur. Kalau debitur selamat, perbankan selamat,” tegasnya.