BeritaPerbankan – Industri tekstil Indonesia mengalami tantangan besar, salah satunya ditandai oleh kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan tiga anak perusahaannya. Sritex, perusahaan tekstil yang berdiri lebih dari 50 tahun, dikenal sebagai ikon pengusaha di masa Orde Baru berkat kedekatan pendirinya, H.M. Lukminto, dengan pejabat pemerintahan seperti Harmoko. Pada masa itu, Sritex mendapatkan berbagai proyek seragam pemerintah yang membuatnya berjaya. Namun, kini perusahaan ini terlilit utang besar hingga lebih dari Rp1,8 triliun per akhir 2023.
Restrukturisasi Utang
Sritex menghadapi utang kepada bank lokal maupun asing, termasuk Citigroup, DBS, dan Bank Central Asia (BCA). Perusahaan telah merestrukturisasi surat utang jangka pendek menjadi jatuh tempo pada 2027, tetapi masih mengalami kesulitan membayar kewajiban. Selain itu, jumlah utang dagang terus meningkat, dan perusahaan terpaksa merumahkan ribuan karyawan untuk melakukan efisiensi.
Faktor Penyebab Kesulitan Keuangan
Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama penurunan pendapatan Sritex. Gangguan rantai pasok akibat konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina serta praktik dumping oleh China turut memperburuk keadaan. Penurunan ekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika, ditambah over-supply tekstil di pasar internasional, semakin menekan kondisi keuangan perusahaan.
Gugatan Hukum dan Status Pailit
Sritex pertama kali digugat pada 2021 oleh CV Prima Karya, yang berujung pada status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada 2024, Pengadilan Niaga Semarang memutuskan Sritex dan anak perusahaannya pailit, dengan utang kepada PT Indo Bharat Rayon sebagai salah satu kreditur. Upaya kasasi Sritex ke Mahkamah Agung pun ditolak, membuat status pailit bersifat inkracht.
Peran Pemerintah
Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas untuk mendukung keberlangsungan operasi Sritex, termasuk memberikan izin ekspor-impor meski dalam kondisi pailit. Pemerintah juga menekankan perlindungan terhadap pekerja agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Langkah Hukum Lanjutan
Meskipun status pailit sudah tetap, Sritex berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Direktur Utama Sritex, Iwan Lukminto, berharap langkah ini dapat menjaga keberlangsungan perusahaan dan melindungi lebih dari 50.000 pekerja. Pemerintah, melalui Wakil Menteri Ketenagakerjaan, juga berjanji memastikan hak pekerja tetap terpenuhi meski ada dugaan campur tangan pihak tertentu dalam proses hukum perusahaan.