BeritaPerbankan – Citra industri Perasuransian di Indonesia tercoreng akibat sejumlah kasus gagal bayar klaim polis asuransi nasabah yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Hal itu mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan percepatan pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) untuk melindungi polis asuransi nasabah sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen.
Wacana pembentukan LPP sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2010 dan diamanatkan dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dimana seharusnya LPP dibentuk maksimal tiga tahun setelah undang-undang tersebut disahkan.
Pembentukan LPP kembali mengemuka dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
DPR mengusulkan program penjaminan polis asuransi dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mempercepat realisasi penjaminan polis nasabah dimana LPS sudah sejak tahun 2005 menjamin simpanan nasabah perbankan.
“Di dalam Rancangan Undang-Undang P2SK yang sekarang menjadi inisiatif DPR, kita mendorong adanya pasal mengenai percepatan kewajiban pembentukan lembaga penjamin polis. Sehingga pemegang polis bisa mendapatkan proteksi terhadap hal-hal apabila itu merugikan pemegang polis,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono.
OJK mendukung kehadiran lembaga penjamin polis baik berdiri sendiri maupun bergabung dengan LPS. Perlindungan terhadap hak pemegang polis menjadi prioritas dan harus segera direalisasikan.
Para pelaku industri asuransi sudah lama menantikan kehadiran lembaga penjamin polis agar dapat memberikan proteksi untuk pemegang polsi, meningkatkan kinerja industri asuransi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Seperti diketahui kasus gagal bayar klaim oleh perusahaan-perusahaan asuransi sempat menghebohkan tanah air, diantaranya kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) yang tidak mampu membayarkan klaim atas dua produk asuransinya yaitu Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresan (PIK).
Lalu PT. Asuransi Jiwasraya yang mengumumkan gagal bayar pada Oktober 2018. Perusahaan asuransi yang sudah beroperasi sejak tahun 1995 tersebut tidak mampu melunasi kewajiban pembayaran polis nasabah sebesar Rp 802 miliar dan polis JS Saving Plan milik nasabah senilai Rp 12,4 triliun.