Berita Perbankan – Kasus gagal bayar perusahaan asuransi bermasalah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat pemegang polis, sekaligus memperburuk citra industri asuransi di tanah air. Merespon kebutuhan perlindungan bagi pemegang polis, Pemerintah pada Januari 2023 telah resmi mengesahkan berlakunya Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang salah satunya mengatur soal penjaminan polis asuransi.
Dalam UU P2SK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diberikan tugas untuk melaksanakan Program Penjaminan Polis (PPP) sebagai upaya melindungi hak-hak pemegang polis dalam situasi perusahaan asuransi mengalami gagal bayar.
Penjaminan Polis asuransi telah lama dinantikan masyarakat, guna memastikan uang yang mereka setoran ke perusahaan asuransi tetap aman dalam kondisi apapun. Seperti diketahui beberapa waktu lalu industri perasuransian dihebohkan dengan kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya yang menyebabkan kerugian nasabah sebesar Rp 12,4 triliun pada Oktober-Desember 2019.
Kasus besar lainnya yaitu kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 13 triliun. Rentetan kasus gagal bayar polis asuransi mendorong Presiden Joko Widodo mengesahkan UU P2SK yang mengatur penjaminan polis asuransi, yang diamanatkan kepada LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis.
Menurut data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jumlah orang yang memiliki asuransi jiwa pribadi di Indonesia telah naik sebesar 48,8 persen sejak munculnya pandemi Covid-19. Pada tanggal 31 Maret 2023, ada sekitar 87,54 juta orang yang telah mendapatkan perlindungan asuransi jiwa. Hal ini mencerminkan banyaknya masyarakat yang mulai melek asuransi, khususnya perlindungan asuransi jiwa.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan pengesahan UU P2SK tidak akan menganggu independen dan Otoritas masing-masing lembaga yaitu Bank Indonesia, LPS dan OJK. Justru dengan adanya UU P2SK, kata Sri, akan memperkuat kredibilitas masing-masing otoritas.
“Perubahan dalam UU ini justru semakin memperkuat kredibilitas dari masing-masing otoritas,” kata Sri Mulyani.
Dalam UU P2SK, LPS tidak hanya bertugas menjamin polis asuransi, namun juga melakukan resolusi terhadap perusahaan asuransi bermasalah melalui metode likuidasi.
Perluasan tugas dan fungsi LPS dalam melindungi polis nasabah asuransi menjadi angin segar bagi masyarakat dan industri asuransi. Kehadiran Program Penjaminan Polis diharapkan mampu menekan kerugian masyarakat akibat kasus gagal bayar perusahaan asuransi.
LPS memiliki waktu lima tahun untuk mempersiapkan program penjaminan polis, yang dijadwalkan mulai berlaku pada 12 Januari 2028. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa memastikan hanya perusahaan asuransi yang sehat, yang bisa menjadi peserta program penjaminan polis.
Perusahaan asuransi, selama lima tahun masa transisi ini, diharapkan segera melakukan pembenahan internal perusahaan, mulai dari tata kelola perusahaan, manajemen risiko dan keuangan yang baik. Hal ini dilakukan agar program penjaminan polis tidak dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi yang sejak awal bermasalah dan tidak mampu berbenah.
LPS juga memastikan pelaksanaan penjaminan polis tidak akan menganggu program penjaminan simpanan yang sudah dilakukan LPS sejak tahun 2005. Bahkan pada bulan Juni lalu, LPS telah mengumumkan perubahan struktur organisasi LPS dengan penambahan Anggota Dewan Komisioner (ADK) khusus program penjaminan polis. Sumber keuangan untuk penjaminan polis dan simpanan perbankan juga dipisahkan.
Ahli Kantor Persiapan PRP dan Hubungan Lembaga LPS, Jarot Mahendra menjelaskan, pelaksanaan penjaminan polis tidak akan jauh berbeda dengan penjaminan simpanan perbankan yang selama ini dilakukan LPS.
Nantinya perusahaan yang menjadi peserta program penjaminan polis akan ditarik iuran kepesertaan, yang nominalnya dipastikan tidak akan memberatkan perusahaan asuransi.
Perlu diketahui bahwa nasabah asuransi tidak akan dikenakan biaya apapun untuk mendapatkan manfaat perlindungan dari LPS. Seluruh biaya premi penjaminan akan dikenakan kepada perusahaan asuransi , sehingga tidak akan memberatkan nasabah asuransi.
“Enggak (berpengaruh ke nasabah) lah, itu kecil iurannya. Sama dengan premi penjaminan, itu enggak boleh dipasrahkan ke nasabah,” kata Jarot.
Walaupun baru akan diterapkan pada tahun 2028, LPS sudah mulai menyiapkan peraturan PPP untuk melindungi nasabah polis asuransi. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Dewan Komisioner yang juga menjabat sebagai Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, dalam Virtual Seminar LPPI pada Jumat, 23 Juni 2023.
Lana menjelaskan bahwa proses perlindungan polis asuransi dimulai dengan LPS mengevaluasi perusahaan asuransi yang sedang dalam pengawasan. Pada tahap ini, LPS mulai menyiapkan peraturan PPP.
Jika suatu perusahaan asuransi kehilangan izin usahanya, maka OJK akan menyerahkan tanggung jawab penyelesaian kepada LPS. Semua hak dan kewenangan perusahaan asuransi akan diserahkan kepada LPS dan perusahaan asuransi bermasalah akan segera dilikuidasi.