BeritaPerbankan.id – Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan. Hal itu dinyatakan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Pengawasan Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
“UU P2SK juga memperkuat arah koordinasi antar otoritas yang terlibat di dalam sektor keuangan yang yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS yang tergabung dalam KSSK,” ujar Purbaya.
Dia juga melihat bahwa keberadaan UU P2SK akan menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia.
Pasalnya, masih banyak tantangan dalam sektor keuangan Indonesia. Seperti masalah literasi keuangan, ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan.
Itulah sebabnya, UU P2SK ini memiliki urgensi yang tinggi untuk segera diimplementasikan. “Karena itu, LPS menyambut baik adanya beberapa perubahan pengaturan termasuk adanya mandat baru yang diberikan kepada kami. LPS akan berkomitmen penuh untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya,” ucap Purbaya.
Dalam pembukaan diskusi yang mengusung tema Peran dan Kebijakan LPS Pasca Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 yang digelar di St Regis, Jakarta, Selasa (20/6) juga menghadirkan pembicara Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih dan Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono dan Sekretaris KKSK Arif Wibisono.
Menambahkan Purbaya, Arif, mengatakan wujud penanganan krisis dan tekanan pasar keuangan melahirkan lesson learn dan reformasi dan penguatan kerangka pengaturan dan koordinasi. Faktor yang jelas mempengaruhi sekitar keuangan ke depan.
“Selain Amerika dan Eropa, maka setiap kondisi dan karakteristik setiap krisis berbeda. Pandemi menciptakan scarring effect. Dinamika perkembangan geopolitik, perekonomian dan sekitar keuangan global juga perkembangan instrumen dan transaksi keuangan yang makin kompleks dan terinterkoneksi. Juga penguatan tata kelola industri, penguatan koordinasi antar lembaga otoritas sektor keuangan dan penguatan jaring pengaman sistem keuangan,” beber Arif.
Tantangan dari UU yang juga adalah Omnibus Law yang terdiri dari 27 bab dan 341 pasal itu, menurut Arif adalah masih dangkalnya sektor keuangan khususnya rendahnya tabungan pensiun dan asuransi. Tingkat bunga pinjaman relatif tinggi dibanding negara di kawasan sehingga mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi.
Terbatasnya instrumen keuangan yang sesuai kebutuhan masyarakat. Indeks keuangan inklusif yang perlu diperbaiki. Aspek tata kelola dan penegakan sektor hukum keuangan.
Lana juga angkat bicara. Dalam diskusi yang juga menjadi agenda Pertemuan Tahunan LPS dan Stakeholders ini, Lana mengatakan bahwa pengaturan UU P2SK terjadi sejak perubahan UU No 24/2004 tentang LPS.
Perubahan kelembagaan yaitu organ LPS sama dengan Dewan Komisioner (DK), pembidangan tugas DK, pembentukan Badan Supervisi LPS, juga ADK yang dipilih DPR yang diusulkan Presiden.
Menurut Lana lagi, ada penguatan dan penambahan kewenangan LPS yaitu pemeriksaan bank dan PA, Penempatan dana pada BDP, pelaksanaan program penjaminan polis (PPP) dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.
Lana menilai keberadaan UU ini jelas akan memberikan banyak pengaruh dan penyesuaian pada visi-misi juga penguatan SDM.
“Termasuk regulasi, infrastruktur dan sistem IT sebagai bagian transportasi selama masa transisi dan mudah-mudahan terus dinamis lima tahun ke depan,” katanya.
Fungsi LPS berdasarkan UU P2SK ini adalah menjamin simpanan, menjamin polis, turut aktif memelihara SSK, melakukan resolusi bank juga likuidasi perusahaan asuransi. “Kita harus terus menanamkan awareness kepada nasabah dan masyarakat luas,” imbuh Lana.
Didik Madiyono memaparkan tentang Resolusi Bank khususnya dalam alur penanganan dan Penyelesaian Bank sesuai UU P2SK yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan dan bank dalam resolusi.
“Rencana resolusi ini semua bank wajib membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita sosialiasi untuk penyusunannya. Karena mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal. Jadi pendekatan kita adalah dalam usaha penyehatan,” tukas Didik. ***