BeritaPerbankan – Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) resmi disahkan DPR pada Kamis (15/12) dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan kehadiran UU PPSK menjadi momentum reformasi sektor keuangan Indonesia yang diklaim akan mampu memperkuat sistem keuangan nasional dari berbagai risiko sektor keuangan global, seperti pandemi, geopolitik, perubahan iklim dan teknologi.
“Momentum reformasi sektor keuangan Indonesia melalui UU PPSK ini juga akan menguatkan sistem keuangan dalam menghadapi berbagai skenario global,” tuturnya.
Dalam UU PPSK salah satunya mengatur tentang pembentukan Badan Supervisi untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan pembentukan Badan Supervisi LPS dan OJK akan segera dilakukan setelah UU PPSK disahkan.
“Proses tahapannya dimulai setelah UU PPSK berlaku,” ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menuturkan, berdasarkan pasal 336 UU PPSK, pembentukan Badan Supervisi LPS dan OJK dilakukan paling lambat satu tahun sejak UU PPSK disahkan.
Namun jika melihat pembentukan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) pada tahun 2005 silam, DPR mulai menyeleksi anggota BSBI setidaknya 6 bulan sebelum waktu penetapan.
Anis berharap Badan Supervisi LPS dan OJK nantinya dapat meningkatkan kinerja, transparansi, akuntabilitas, independensi serta kredibilitas OJK dan LPS.
“Karena nantinya ada pelaporan rutin yang dilaksanakan oleh badan supervisi yang menjadi kepanjangan DPR,” ungkapnya.
Badan Supervisi LPS dan OJK akan bertugas membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap LPS dan OJK di bidang tertentu.
UU PPSK mengatur masa jabatan anggota Badan Supervisi yaitu selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali di periode berikutnya.
Sementara itu untuk anggaran Badan Supervisi bersumber dari anggaran operasional LPS dan OJK. Ketentuan mengenai anggaran, organisasi dan tata cara kerja Badan Supervisi selanjutnya akan diatur dalam Peraturan LPS dan OJK setelah dikonsultasikan dengan DPR.
Untuk menjaga independensi, anggota Badan Supervisi LPS dan OJK tidak boleh berasal dari pengurus partai politik. Jumlah anggota Badan Supervisi paling sedikit 5 orang yang dipimpin oleh satu orang ketua, yang dipilih dari dan oleh anggotanya.