BeritaPerbankan – Harga emas global mengalami penurunan mendekati level terendah dalam dua bulan terakhir karena penguatan signifikan dolar Amerika Serikat (AS), sementara investor bersikap “wait and see” sambil menantikan data inflasi AS.
Optimisme terkait pertumbuhan ekonomi setelah terpilihnya kembali Presiden Donald Trump turut memengaruhi situasi ini. Penurunan harga emas ini menjadi tren yang membuat para investor khawatir, terutama di tengah ekspektasi terhadap kebijakan inflasi baru di AS.
Pada perdagangan Selasa (12/11/2024), harga emas spot turun 0,8% menjadi US$ 2.599,34 per troy ons setelah menyentuh level terendah sejak 20 September, hampir dua bulan yang lalu. Harga emas bahkan merosot selama tiga hari berturut-turut, dengan total penurunan mencapai 4%.
Sejak Trump memenangkan pemilihan pada 6 November, harga emas hanya mengalami kenaikan satu kali. Hingga hari ini, Rabu (13/11/2024), harga emas masih melemah 0,04% ke posisi US$ 2.598,2 per troy ons pada pukul 06.08 WIB.
Penguatan dolar AS menjadi salah satu faktor utama di balik penurunan harga emas. Indeks Dolar AS (DXY) mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa hari terakhir, ditutup di level 105,54, yang merupakan tertinggi sejak awal Juli 2024, atau lebih dari empat bulan. Indeks ini bahkan sempat mencapai 106,2, menjadi level tertinggi dalam dua tahun.
Kenaikan ini membuat emas yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Selain itu, peningkatan imbal hasil Treasury AS juga berdampak pada harga emas, di tengah ekspektasi pertumbuhan yang lebih kuat di bawah kepemimpinan Trump.
Mengutip Reuters, para analis memperkirakan emas akan kembali pulih dalam jangka panjang, terutama dengan ekspektasi inflasi yang meningkat. Daniel Pavilonis dari RJO Futures menyebutkan bahwa “penurunan ini hanyalah koreksi dalam tren bullish jangka panjang. Jika gelombang inflasi berikutnya datang, harga emas akan naik.”
Saat ini, pasar lebih condong ke aset berisiko seperti saham, sejalan dengan sentimen optimistis “Trump trade.” Menjelang data Consumer Price Index (CPI) AS yang akan dirilis pada Rabu (13/11/2024), investor tengah menantikan sinyal dari Federal Reserve terkait kebijakan moneter selanjutnya. Ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga pada Desember juga berkurang dari 80% menjadi 59% sejak hasil pemilu diumumkan.
Carsten Menke dari Julius Baer menambahkan bahwa bank sentral di negara-negara berkembang mungkin tetap melihat emas sebagai instrumen lindung nilai jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Walaupun emas saat ini sedang tertekan, level support di sekitar US$ 2.600 diharapkan dapat menahan penurunan lebih lanjut. Dalam kondisi inflasi tinggi dan ketidakpastian kebijakan, emas tetap dianggap sebagai aset lindung nilai yang kuat.