BeritaPerbankan – Menurut data survei OJK, indeks literasi keuangan sebesar 38 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen. Dari data itu, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan ada gap yang cukup besar.
“Sekalipun indeks inklusi keuangan sudah mulai tinggi, tetapi pemahaman mereka yang memperoleh penjelasan dalam bentuk inklusi keuangan baru memiliki 38 persen yang benar-benar mengerti mengenai literasi keuangan itu sendiri,” terang Mahendra Siregar, Saat Webinar Like It, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Kecangihan digitalisasi saat ini juga salah satunya dapat mendorong generasi muda untuk berinvestasi berkelanjutan dan melek akan literasi investasi. “Salah satu pendo-rong utama investor muda pasar modal adalah literasi investasi yang masih tinggi dan semakin mudah diakses terutama media sosial,” jelasnya.
Mahendra menjelaskan, melalui Fintech, generasi milenial lebih tertarik untuk berga-bung pada investasi yang berkelanjutan. Hal ini karena memiliki dampak positif pada sosial dan lingkungan. “Berdasarkan studi generasi muda, yang berinvestasi justru lebih banyak yang berkelanjutan, secara profesional dari keseluruhan portofolio mereka dibandingkan dengan generasi tua,” tutur Ketua OJK. Oleh karena itu, lanjutnya, berbagai program edukasi keuangan terus dilakukan oleh OJK untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan produk layanan keuangan.
Menurut Global Findex 2017, 69 persen orang dewasa di seluruh dunia telah memiliki rekening di lembaga keuangan, meningkat dari 62 persen pada 2014. Meskipun demikian, masih ada 30 persen dari populasi global atau sekitar 1,7 miliar penduduk dunia yang masih kekurangan akses ke produk dan layanan keuangan. Mayoritas merupakan perempuan dan UMKM.
Sri Mulyani menyoroti pengembangan UMKM yang masih menghadapi banyak kendala, termasuk akses terhadap pembiayaan. Sebagai contoh, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan relatif stagnan di kisaran 18 persen sejak 2014, jauh di bawah beberapa peer countries yang mencapai sekitar 30-80 persen.
Padahal, ia menilai, pengusaha perempuan dengan tingkat literasi keuangan baik dapat mengelola keuangan pribadi atau rumah tangganya dengan lebih baik. Sehingga menuai manfaat dari produk keuangan untuk mengembangkan bisnis dan membangun masa depan yang aman secara finansial, sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Tanpa literasi dan edukasi keuangan, akan sulit untuk membuka rekening, kemudian mengaitkannya atau memberikan implikasi lain atau manfaat positif lainnya bagi mereka. Itulah mengapa penting untuk meningkatkan literasi digital dan keuangan bagi perempuan untuk membantu mereka mendapatkan akses ke sistem keuangan berbasis digital,” tegas Sri Mulyani.