BeritaPerbankan – Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop) Ferry Juliantono merespons keluhan sejumlah nasabah yang mengalami kesulitan menarik simpanan mereka di koperasi simpan pinjam maupun Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Ferry mengungkapkan perlunya sebuah lembaga yang memiliki kewenangan untuk melindungi hak nasabah dalam sektor perkoperasian.
“Kita sedang mengupayakan agar dalam RUU Perkoperasian yang baru, ada pembentukan lembaga penjamin nasabah, serupa dengan yang ada di perbankan,” jelas Ferry di Kampung Batik Kauman, Jumat (13/12/2024).
Ferry menyoroti perbedaan yang signifikan antara sektor perbankan dan koperasi dalam hal perlindungan nasabah. Saat ini, hanya nasabah perbankan yang memiliki jaminan melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sementara itu, koperasi belum memiliki mekanisme penjaminan serupa, yang membuat nasabah lebih rentan jika terjadi masalah keuangan di koperasi.
“Koperasi belum memiliki lembaga yang menjamin simpanan nasabah, berbeda dengan perbankan yang sudah dilindungi oleh LPS,” tambah Ferry.
Sebagai langkah awal, Kementerian Koperasi dan UKM sedang membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani koperasi bermasalah. Satgas ini melibatkan berbagai unsur, termasuk kepolisian, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kami sedang membentuk Satgas yang terdiri dari kepolisian, Kejaksaan Agung, PPATK, dan BPKP. Satgas ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh koperasi-koperasi bermasalah,” ungkapnya.
Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki pengawasan terhadap koperasi dan membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul. Ferry menambahkan bahwa persoalan yang terjadi di koperasi, dalam banyak hal, tidak jauh berbeda dengan perbankan. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara masalah penipuan, kesalahan pengelolaan oleh pemilik koperasi, atau kurangnya pengawasan yang efektif.
“Permasalahan di koperasi sering kali mirip dengan yang terjadi di perbankan. Kita perlu memisahkan mana yang disebabkan oleh fraud, kesalahan manajemen, atau pengawasan yang lemah,” ujar Ferry.
Sebagai bagian dari langkah ke depan, Kementerian Koperasi juga akan memanfaatkan teknologi untuk memperkuat pengawasan terhadap koperasi. Teknologi ini diharapkan dapat memberikan bantuan dalam memonitor aktivitas koperasi secara lebih efektif dan cepat mendeteksi potensi masalah.
“Dengan bantuan teknologi, kita akan memperkuat pengawasan terhadap koperasi-koperasi. Ini akan membantu mencegah masalah sejak dini dan memastikan operasional koperasi berjalan dengan baik,” pungkas Ferry.
Upaya pembentukan lembaga penjamin nasabah dan penguatan pengawasan melalui teknologi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. Selain itu, langkah ini menjadi jawaban bagi nasabah yang selama ini merasa tidak mendapatkan perlindungan maksimal dalam simpanan mereka di koperasi.