BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memperkuat perannya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Salah satu upaya terbaru dilakukan melalui kerja sama strategis dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dalam bentuk forum diskusi yang digelar di lingkungan kampus pada Kamis, 24 Juli 2025.
Kegiatan ini bukan sekadar agenda edukasi, melainkan ruang kolaboratif antara LPS, akademisi, dan komunitas Muhammadiyah di wilayah Soloraya. Fokus utama diskusi adalah memperluas pemahaman publik mengenai peran LPS, khususnya dalam penjaminan simpanan dan proses likuidasi bank bermasalah, termasuk pendekatan terhadap sistem keuangan syariah.
Dalam sesi pemaparan, Kepala Edukasi Publik LPS, Muhammad Arifin, menjelaskan secara rinci mekanisme kerja lembaga ini. Ia menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana LPS beroperasi saat terjadi krisis perbankan.
“Di Solo, kami mencermati sejumlah kasus yang menunjukkan minimnya pemahaman terhadap fungsi LPS. Forum ini menjadi sarana penting untuk menjelaskan kapan LPS hadir, bagaimana mekanisme penjaminan bekerja, serta bagaimana proses likuidasi bank dilakukan,” ujar Arifin di hadapan peserta forum.
Ia menambahkan bahwa sebelum pembayaran klaim simpanan nasabah, LPS akan melakukan proses verifikasi dan rekonsiliasi menyeluruh terhadap simpanan yang tercatat. Hal ini penting untuk memastikan dana yang dijamin benar-benar memenuhi ketentuan yang berlaku.
Dalam forum itu, LPS juga memberikan perhatian pada sistem keuangan syariah. LPS menekankan bahwa skema penjaminan simpanan dapat diselaraskan dengan prinsip-prinsip syariah, tanpa melanggar ketentuan fiqih muamalah. Terlebih, LPS juga menjamin dana simpanan nasabah di perbankan syariah.
“Diskusi kami dengan dosen dan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS sangat bernilai. Pemahaman terhadap akad syariah harus sejalan dengan sistem penjaminan. Ini bukan sekadar isu teknis, tetapi menyangkut kepercayaan publik dan kepastian hukum,” tambah Arifin.
Langkah ini dianggap penting mengingat mayoritas masyarakat Muhammadiyah di wilayah Soloraya berinteraksi dalam sistem keuangan berbasis syariah. Kolaborasi ini bertujuan agar sosialisasi penjaminan simpanan tidak hanya relevan, tetapi juga kontekstual.
Selain menjamin dana nasabah, LPS juga berkomitmen memastikan pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang menyebabkan kerugian bank. Arifin menegaskan bahwa pemegang saham, direksi, hingga komisaris yang lalai tetap harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
“Penjaminan bukan berarti memberi ruang untuk kelalaian. Kami memiliki mandat moral dan hukum untuk menindak pihak-pihak yang merugikan sistem perbankan. Ini demi menjaga integritas dan tata kelola industri perbankan, terutama BPR,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Arifin juga mengulas perluasan peran LPS pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Kini, LPS tidak hanya bertindak setelah bank gagal, tetapi juga berfungsi sebagai risk minimizer, atau pihak yang mencegah kegagalan sejak dini.
“Jika masalah sebuah bank hanya terkait likuiditas, LPS dapat menempatkan dana guna menyelamatkan. Namun, bila sudah menyentuh solvabilitas, maka akan ditempuh langkah resolusi. Ini proses yang tidak ringan dan harus dipahami masyarakat agar tidak timbul asumsi yang keliru,” jelasnya.