BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa Program Penjaminan Polis (PPP) yang mulai diterapkan pada 2028 hanya akan menjamin produk asuransi komersial yang mengandung unsur proteksi. Sementara itu, komponen investasi dalam produk asuransi, seperti unitlink, tidak termasuk dalam cakupan penjaminan.
“Kalau ada (produk) unitlink yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi, itu kan ada investasinya dan ada proteksinya. Kita (LPS) jamin proteksinya saja, tidak untuk investasinya,” ujar Direktur Eksekutif Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS, Ridwan Nasution, dalam acara Indonesia Re International Conference (IIC) 2025 di Jakarta, dikutip Rabu (23/7).
Ridwan menambahkan bahwa asuransi sosial seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan asuransi wajib lainnya tidak termasuk dalam jenis yang dijamin. Penjaminan hanya berlaku untuk asuransi yang berbasis komersial dan memiliki izin operasional dari OJK.
Dalam pelaksanaannya, seluruh perusahaan asuransi diwajibkan menjadi peserta program penjaminan polis. Namun, ada syarat penting yang harus dipenuhi. Standar tersebut akan diatur dalam regulasi LPS yang disusun bersama OJK.
“Perusahaan asuransi harus memenuhi standar kesehatan tertentu sebelum bisa bergabung dalam program ini,” kata Ridwan.
Perusahaan asuransi peserta wajib membayar iuran ke LPS dua kali dalam setahun, yakni setiap Januari dan Juli, mengikuti pola yang sama dengan industri perbankan. Selain itu, akan dikenakan iuran awal (initial contribution) satu kali pada saat awal bergabung.
Saat ini, besaran iuran tersebut masih dibahas dan akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang disusun bersama Kementerian Keuangan dan OJK. Sebelum disahkan, rancangan aturan itu juga akan dikonsultasikan ke DPR.
LPS juga menjelaskan mekanisme penjaminan apabila terjadi pencabutan izin usaha perusahaan asuransi yaitu pemindahan seluruh polis aktif ke perusahaan asuransi lain yang sehat. Untuk polis yang sudah jatuh tempo atau sedang dalam proses klaim, LPS akan membayarkan klaim tersebut langsung kepada pemegang polis.
“Kalau ada perusahaan asuransi yang tidak bisa diselamatkan, LPS akan berusaha mentransfer polis aktif ke perusahaan lain. Tapi kalau tidak ada yang bersedia, kami akan mengembalikan sisa premi,” jelas Ridwan.
LPS juga akan bekerja sama dengan OJK dalam pengawasan dan mitigasi risiko. Jika OJK menemukan perusahaan asuransi yang masuk dalam status pengawasan khusus, LPS akan segera menerima informasi tersebut untuk mengambil langkah preventif.
Kerja sama ini mencakup pertukaran data antar lembaga yang dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan sebagaimana diatur dalam regulasi perasuransian. Skema ini telah lebih dulu diterapkan di sektor perbankan dan kini diadaptasi untuk industri asuransi.
LPS terus mematangkan persiapan realisasi program ini, diantaranya peningkatan sumber daya manusia, pengembangan sistem teknologi informasi, perumusan kebijakan, dan penyusunan struktur organisasi. Seluruh proses ini dilakukan bersama OJK, Kemenkeu, serta pelaku industri asuransi.